Ilmu Tenaga Dalam Dalam Perspektif Islam




Ilmu Tenaga Dalam Dalam Perspektif Islam

Al Ustadz DR. Muhammad Nur Ihsan

Alhamdulillah, segala puji hanya milik Alloh ‘Azza wa jalla yang telah menyempurnakan Islam dan meridhoi­nya sebagai agama yang benar. Sholawat dan salam semoga tercurahkan kepada Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam Rosul yang diutus dengan membawa petunjuk (ilmu yang bermanfaat) dan agama yang haq (amal sholeh). Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyampaikan risalah dengan sem­purna, menunaikan amanah dan berjihad di jalan Alloh Ta’ala sampai beliau wariskan kepada umatnya jalan yang lurus lagi terang bagaikan matahari di siang hari. Tidaklah keluar dari jalan tersebut kecuali orang yang sesat dan celaka. Amma ba’du.

Akhir-akhir ini tumbuh subur berbagai kelom­pok yang mengajarkan ilmu tenaga dalam. Ko­non sang guru memiliki teknik membangkitkan atau mengembangkan tenaga ghaib dalam tubuh manusia. Masyarakat berbeda dalam menilai dan menghukuminya sesuai dengan latar belakang pemahaman dan pendidikan mereka. Sebenarnya bagaimana pandangan Islam tentang keilmuan tersebut dan hukum mempelajarinya?

Sebelum menjawab pertanyaan di atas terlebih dahulu diperjelas maksud ilmu tenaga dalam dan rahasia-rahasia yang terdapat di dalamnya.

DEFINISI TENAGA DALAM

Dari berbagai referensi bisa disimpulkan bahwa yang mereka maksud dengan ilmu tenaga dalam adalah ilmu yang mempelajari cara membangkit­kan kekuatan/tenaga dalam (inner power) dengan cara-cara tertentu, antara lain : teknik pernafasan yang disertai dengan jurus-jurus tertentu dan de­ngan cara meditasi (tafakur).[1]

Dan dari persaksian sebagian mantan praktisi tenaga dalam yang telah meninggalkan keilmuan tersebut dan kembali kepada sunnah menjelaskan bahwa dalam keilmuan tenaga dalam dan ilmu metafisika terdapat bermacam pokok kesesatan dan kesyirikan, antara lain :

Dengan belajar tenaga dalam (ilmu metafisika) seorang bisa “menjadi sakti” dengan menyalur­kan energinya ke bagian tubuh tertentu.

Dengan kekuatan fungsi jurus bisa mengalahkan musuh dari jarak jauh.

Ketika latihan aplikasi jurus tenaga dalam, se­orang murid diharuskan bisa emosi/marah dalam latihan menyerang.

Pada keilmuan tenaga dalam, diajarkan menjadi dukun/paranormal. Di antara bentuk perdukun­an yang terdapat dalam keilmuan ini adalah teknik membuat seseorang jatuh cinta, ilmu san­tet (membuat orang sakit), teknik penyembuhan, mendeteksi barang hilang, teknik mengetahui masa lalu dan masa depan dan teknik mengeta­hui isi hati orang lain.

Pada keilmuan tenaga dalam ada teknik “mengi­si” benda hidup atau benda mati untuk berbagai macam keperluan.

Pada keilmuan tenaga dalam ada teknik pem­bentengan benda hidup/mati dari bahaya.

Pada keilmuan tenaga dalam ada teknik mengu­sir jin pengganggu.

Inilah beberapa kesesatan dan penyimpangan yang terdapat dalam keilmuan tenaga dalam dan ilmu metafisika.[2]

PANDANGAN ISLAM TENTANG TENAGA DALAM

Sebelum menjelaskan pandangan Islam tentang ilmu ini, ketahuilah bahwa Islam adalah agama yang sempurna dalam seluruh aspek, baik dari sisi keilmuan dan peribadatan.

Alloh Ta’ala berfirman: “Pada hari ini (hari arofah tahun 9 H) telah Aku sem­purnakan bagimu agamamu dan telah Aku lengkapi nikmat-Ku atasmu dan Aku meridhoi Islam sebagai agamamu.” (QS. al-Maidah [5]: 3).

Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus Alloh Ta’ala dengan membawa ilmu yang bermanfaat dan amal sholih, sebagai­mana firman Alloh Ta’ala:

“Dia (Alloh) yang mengutus Rosul-Nya dengan (membawa) petunjuk dan agama yang benar.” (QS. at­-Taubah [9]: 33, al-Fath [48]: 28, dan ash-Shof [61]: 9)

Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Petunjuk ada­lah apa yang dibawa oleh beliau berupa berita-berita yang benar, keimanan yang benar dan ilmu yang bermanfaat. Maksud agama yang benar ialah amal-amal sholih yang benar lagi bermanfaat di du­nia dan akhirat.” (Tafsir Ibnu Katsir : 2/425, cet. Dar al-Fikr).

Jadi dalam Islam telah terdapat penjelasan tentang ilmu yang bermanfaat yang membawa sese­orang kepada keridhoan Alloh Ta’ala dan mewujudkan ketentraman batin dan ketenangan jiwa serta kese­lamatan dunia dan akhirat. Juga penjelasan tentang ilmu yang tidak bermanfaat yang akan mencelaka­kan manusia dan larangan dari mempelajarinya.

Adapun ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang berdasarkan kepada al-Qur’an dan Sunnah serta dipahami sesuai dengan pemahaman salafus sholih generasi terbaik umat ini.

Itulah hakekat ilmu yang bermanfaat yang se­harusnya seorang muslim bersungguh-sungguh mempelajari dan memahaminya. Adapun seluruh keilmuan yang bertentangan dengan seluruh prin­sip di atas maka ia adalah ilmu yang tidak berman­faat dan dilarang untuk mempelajarinya. Sebab akan merusak dan menimbulkan dampak negatif bagi penuntutnya dan orang lain, seperti ilmu sihir, ilmu hitam, ilmu kebatinan dll.

Adapun pandangan Islam tentang ilmu tenaga dalam dan yang semisalnya, bisa disimpulkan se­cara global dan secara terperinci.

KRITIKAN SECARA GLOBAL TERHADAP ILMU TENAGA DALAM

Pertama : Ilmu tenaga dalam dan sejenisnya adalah ilmu yang bid’ah dan tidak ada landasan dari al-Qur’an dan Sunnah Rosulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah mengajarkan kepada para sahabatnya. Padahal saat itu dibutuhkan kekuatan untuk berdakwah. Begitu pula pada masa pemerintahan Khulafaur Rosyidin yang penuh dengan aktivitas jihad.

Mereka tidak pernah mengajarkan keilmuan tersebut kepada para pasukan perang. Seandainya ilmu tenaga dalam dan sejenisnya adalah ilmu yang bermanfaat untuk pertahanan jiwa dan meroboh­kan musuh dari jarak jauh, tentu telah diajarkan oleh Rosulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada para sahabat dan di­wariskan oleh para sahabat kepada generasi sesu­dahnya. Akan tetapi hal itu sama sekali tidak per­nah terjadi, dengan demikian jelaslah kebatilan dan kesesatan ilmu tersebut.

Rosulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“Barangsiapa yang membuat sesuatu yang baru dalam agama ini yang tidak ada (landasan) darinya maka ia bertolak.” Dalam riwayat lain : “Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang tidak ada landasannya dari perintah kami maka ia bertolak.” (HR. Bukhori dan Muslim)

Kedua : Ilmu ini berasal dari luar Islam. Tenaga dalam atau krachtologi tersusun dari kata krachtos yang berarti tenaga dan logos yang berarti ilmu. Ia sudah dikenal oleh orang-orang Mesir Kuno pada 4000 SM. Dari Mesir, krachtologi berkembang ke Babylon, Yunani, Romawi dan Persia.

Di Persia tenaga semacam ini dinamakan Dacht. Dalam Dahtayana disebutkan bahwa pada suku Bukht dan Persia, terkenal ilmu perang dinamakan dahtuz, yaitu merobohkan musuh dari jarak jauh.

Para bangsawan Persia dilatih sejenis senam yang dilakukan lewat tengah malam agar mereka mempunyai tenaga Daht itu. Kemudian keilmuan tersebut terus dikembangkan sehingga menjadi suatu konsep untuk membangkitkan tenaga dalam dengan teknik pernafasan yang disertai dengan ju­rus-jurus tertentu.[3]

Hal ini memperkuat pernyataan di atas, bahwa ilmu ini adalah ilmu yang bid’ah dan tidak ber­manfaat dalam agama Islam. Seandainya keilmuan tersebut dibolehkan tentu Alloh Ta’ala akan menjelaskan kepada Rosul-Nya hakikat dan manfaatnya. Apalagi keilmuan tersebut sudah dikenal orang-orang Mesir kuno ribuan tahun sebelum masehi dan sebelum pengutusan Rosul ‘alaihis salam

Dengan demikian kita tahu bahwa kebatilan dan kebohongan telah dilakukan sebagian pergu­ruan tenaga dalam di tanah air dengan menamakan perguruan mereka dengan nama-nama yang islami seperti : Bunga Islam, al-Barokah, al-Ikhlas, Hik­matul Iman, PIH Silahul Mukmin, dll. Ini adalah penipuan yang nyata, sebab tidak pernah dalam sejarah bahwa perguruan-perguruan tersebut menjadi bunga bagi Islam, menambah keberkahan dan mewujudkan keikhlasan serta keimanan yang benar bagi penuntutnya. Bahkan fakta membukti­kan bahwa seluruh perguruan tenaga dalam meru­pakan sarana dan fasilitas untuk menebarkan ke­sesatan, kesyirikan, sihir, mistik.

Ketiga : Dalam ilmu tenaga dalam terdapat po­kok kesesatan dan kesyirikan yang sangat banyak, sebagaimana yang telah disebutkan di atas secara global.

Keempat : Di antara dampak negatif ilmu tenaga dalam adalah hilangnya rasa tawakal para penun­tutnya kepada Alloh Ta’ala. Sebab mereka merasa telah memiliki kekebalan dan kekuatan luar biasa yang bisa merobohkan musuh dari jarak jauh, sehingga ia merasa tidak butuh pertolongan siapa pun.

Islam mengajarkan bahwa segala sesuatu hanya terjadi dengan izin Alloh, maka ia bertawakkal kepada Alloh Ta’ala dan meminta pertolongan kepa­da-Nya untuk mendapatkan kebaikan dan kese­lamatan serta menolak segala bentuk kejahatan dan malapetaka.

Kelima: Di antara kaidah yang digunakan un­tuk membangkitkan tenaga dalam adalah meditasi yaitu tafakur atau semedi. Ini adalah metode yang bid’ah yang tidak ada landasanya dari al-Qur’an dan Sunnah. Bahkan meditasi adalah komponen dari banyak agama, dan telah dipraktekkan sejak ja­man dahulu yang dikenal dalam bahasa Sansekerta dengan (dhyana). Meditasi dalam salah satu aliran­ Budha Mahayana dikenal dengan istilah (zen). Ak­tivitas ini merupakan usaha antara yang membawa kesadaran menuju samadi.[4]

Intinya adalah aktivitas perenungan yang ber­usaha untuk menyatukan jiwa dengan Tuhan yang dikenal dalam dunia Tasawuf dengan istilah (Itti­haad) yakni Alloh Ta’ala bersatu dengan makhluk. Maha suci Alloh dari keyakinan yang kufur ini. Ti­dak diragukan lagi bahwa konsep dan ajaran yang seperti ini bertentangan dengan aqidah islamiyah.

Itulah sumber pengambilan meditasi yang diajarkan oleh perguruan ilmu tenaga dalam yang berkembang dewasa ini. Hal ini akan menimbulkan dampak negatif bagi penuntutnya yang berujung kepada kebatilan, kesyirikan dan praktek kesesatan yang mistik.

Adapun meditasi atau tafakur yang disyariatkan adalah tafakur tentang makhluk ciptaan Alloh yang merupakan tanda-tanda kebesaran Alloh Ta’ala dan keagungan-Nya. Hal ini akan memotivasi seorang untuk mengagungkan Alloh Ta’ala dan melaksanakan perintah-Nya dan meninggalkan segala yang dilarang oleh agama.

Tafakur seperti ini merupakan salah satu faktor utama untuk menambah keimanan kepada Alloh Ta’ala begitu juga tafakur yang memotivasi seseorang untuk selalu introspeksi diri dan kembali kepada Alloh dengan kerendahan diri dan penuh pengagungan kepada yang Maha Kuasa.

Keenam : Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa orang – orang yang bergabung dalam perguruan tenaga dalam adalah orang – orang yang jauh dari pemahaman yang benar terhadap hakikat Islam dan tauhid. Jika ilmu tenaga dalam itu adalah ilmu yang bermanfaat tentu orang – orang yang berpegang teguh dengan al-Quran dan loyal kepada Sunnah adalah orang-orang yang akan berada dibarisan terdepan dalam mempelajarinya. Sebab agama memerintahkan kita untuk mempelajari ilmu yang bermanfaat.

KRITIKAN SECARA MENDETAIL TERHADAP ILMU TENAGA DALAM

Pertama : Belajar ilmu tenaga dalam membuat seorang bisa menjadi sakti.

Teknik menjadi kebal yang diajarkan di perguruan tenaga dalam adalah kesesatan dan bid’ah yang tidak pernah diajarkan Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan tidak pernah diamalkan generasi terbaik umat ini.

Kalau ilmu kekebalan adalah ilmu yang benar dan diperbolehkan tentu Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya yang terlebih dahulu mempelajari dan menggunakannya dalam peperangan. Namun Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam terluka dalam perang Uhud dan banyak para sahabat yang gugur syahid dalam pertempuran tersebut.

Hal ini menjelaskan kepada kita bahwa kekebalan bukanlah suatu kebaikan dan kemuliaan, akan tetapi merupakan suatu kebatilan yang tidak terlepas dari peran setan dalam menyesatkan para walinya.

Oleh karena itu telah dinukil dalam sebuah riwayat mengenai ilmu kebal yang dimiliki al-­Harits ad-Dimasyqi yang muncul di Syam pada masa pemerintahan ‘Abdul Malik bin Marwan, lalu mengaku dirinya sebagai nabi. Setan-setan telah me­lepaskan rantai-rantai yang melilit di kedua kaki­nya, membuat tubuhnya menjadi kebal terhadap senjata tajam, menjadikan batu marmer bertasbih saat disentuh tangannya, dan ia melihat sekelompok orang berjalan kaki dan menunggang kuda terbang di udara seraya berkata ia adalah malaikat padahal jin.

Ketika kaum muslimin telah berhasil menang­kap al-Harits ad-Dimasygi untuk dibunuh, sese­orang menikamkan tombak ke tubuhnya, namun tidak mempan (punya ilmu kebal). Maka ‘Abdul Malik bin Marwan berkata kepada orang yang menikamnya itu : “Itu adalah karena engkau tidak menyebut Nama Alloh Ta’ala ketika menikamnya.” Maka ia pun mencoba lagi menikamnya dengan terlebih dahulu membaca bismillah dan ternyata tewaslah ia seketika. (Majmu’ Fatawa, Syaikhul Islam, 11/285)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengomen­tari riwayat di atas : “Beginilah perihal orang orang disertai setan. Setan-setan tersebut akan mening­galkan mereka apabila dibacakan di sisi mereka apa yang mengusirnya seperti ayat kursi.”

Kedua : Mengalahkan musuh dari jarak jauh.

Sekiranya teknik yang seperti ini bermanfaat dan dibenarkan tentu akan dilakukan oleh Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat dalam menghadapi mu­suh dalam peperangan dan jihad di jalan Alloh Ta’ala

Ketiga: Latihan aplikasi jurus tenaga dalam, seorang murid diharuskan bisa emosi/marah.

Seorang muslim juga dituntut meninggalkan segala akhlak keji dan tercela, seperti membenci, dendam, emosi/marah, dll.

Berbeda halnya dengan ajaran perguruan tena­ga dalam, seseorang diajari bisa emosi dan marah. Hal ini tentu bertentangan dengan petunjuk nabi yang mewasiatkan seorang untuk tetap sabar dan tidak marah. Sebab emosi merupakan kunci dan sumber kejahatan, sebagaimana sabda Rosu­lulloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

“Dari Abu Huroiroh radhiyallahu ‘anhu berkata : “Sesungguhnya seorang berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Berilah aku wasiat, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : ‘Engkau jangan marah.” Beliau mengulangi beberapa kali : “Jangan engkau marah.” (HR. Bukhori, no.6116).

Imam Ibnu Rojab rahimahullah berkata: “Hadits ini menunjukkan bahwa sesungguhnya emosi/marah adalah sumber segala kejahatan dan menahan diri darinya adalah sumber segala kebaikkan.” (Jaami’ Ulum wal Hikam, 1/362).

Di dalam hadits lain dijelaskan bahwa marah atau emosi bersumber dari setan, sebagaimana sab­da Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam “Sesungguhnya marah atau emosi adalah (bersumber) dari setan, dan sesungguhnya setan diciptakan dari api, dan api hanya bisa dipadamkan dengan air, maka apabila salah seorang kamu marah maka berwudhulah.”

Dan dalam hadits yang lain dijelaskan bahwa : “Sesungguhnya setan mengalir dalam tubuh manusia sebagaimana aliran darah.” (HR. Bukhori)

Kemungkinan inilah rahasianya, kenapa per­guruan tenaga dalam mengajarkan bagaimana se­orang bisa emosi atau marah tatkala menyerang lawan, sebab ajaran perguruan tersebut adalah hasil dari bisikan setan. Dan dengan sifat marah setan dengan cepat akan bisa menguasai seseorang, karena ia mengalir dalam tubuh manusia bagaikan aliran darah. Dengan demikian ia akan bisa mem­pengaruhi lawan dan menguasainya berkat bantu­an khodamnya (setan).

Hal ini diperkuat oleh pernyataan para praktisi tenaga dalam bahwa jurus akan berfungsi penuh dan sempurna jika lawan dalam keadaan emosi. Jadi bukanlah karena energi tenaga dalam musuh yang dalam keadaan emosi dapat ditaklukkan de­ngan fungsi jurus-jurus tertentu, tetapi khodam jurus itulah yang langsung merasuk ke dalam tu­buh lawannya yang dalam keadaan emosi menuju otaknya hingga lawannya bisa kita permainkan de­ngan fungsi jurus tenaga dalam/ilmu metafisika.”[5]

Keempat : Perguruan ilmu tenaga dalam mengajaran seseorang menjadi dukun / paranormal

Hal ini dapat dilihat dari praktiknya, di anta­ranya mereka menjadikan seseorang jatuh cinta, membuat orang sakit (santet), penyembuhan dari penyakit dengan jurus-jurus tertentu, meramal barang hilang atau makhluk halus, meramal masa lalu dan masa depan dan meramal isi hati orang.

Semua praktik di atas dilarang oleh syari’at Islam, karena ilmu tenaga dalam adalah ajaran setan yang berusaha menggiring manusia keluar dari agama sehingga terjerumus ke dalam dosa. Akibat akhir perbuatan tersebut tidak keluar dari dua alternatif : kekufuran atau melakukan dosa besar.

Membuat seorang jatuh cinta

Sihir jenis ini dalam bahasa Arab diistilahkan dengan al-’athfu yaitu membuat seseorang cinta kepada orang lain. Dalam istilah lain disebut de­ngan at-tiwalah yaitu sesuatu yang dibuat untuk membuat istri cinta kepada suaminya atau seba­liknya. (Lihat Fathul Majid, hlm. 123)

Ini adalah perbuatan syirik, sebagaimana sab­da Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam

“Sesungguhnya ruqyah (dengan mantera dukun), ji­mat dan tiwalah (sihir mahabbah/pelet) adalah syirik.” (HR. Ahmad, Abu Daud)

Tiwalah dihukumi sebagai syirik karena di­gunakan untuk mendatangkan kebaikan dan menolak kejahatan dengan selain Alloh Ta’ala. (Lihat Fathul Majid, hlm. 124)

Maka apa yang diajarkan dalam ilmu tenaga dalam dengan cara-cara tertentu untuk menjadi­kan seseorang jatuh cinta atau menyukai terma­suk salah satu jenis sihir mahabbah yakni al ‘athf dan tiwalah sebagaimana yang dimaksud dalam hadits di atas.

Ilmu santet (membuat orang sakit)

Hal ini ada dalam dunia ilmu tenaga dalam dan ilmu metafisika dengan cara dan bentuk yang bermacam-macam. Cara ini diketahui oleh orang yang bergabung dalam perguruan ilmu tersebut. Terlepas dari cara dan media yang digunakan, tetaplah perbuatan tersebut terlarang karena bertujuan menyakiti orang lain dan tergolong ke dalam sihir yang diharamkan oleh agama.

Imron bin Hushain berkata : “Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : ‘Bukan termasuk golongan kami orang yang melakukan atau meminta tathayyur (menentukan nasib sial berdasarkan tanda-tanda Benda, burung dan lain-lain), orang yang meramal atau yang meminta diramalkan, orang yang menyihir atau meminta disihirkan dan barangsiapa mendatangi peramal dan membenarkan apa yang is katakan, maka sesungguh­nya is telah kafir terhadap wahyu yang diturunkan ke­pada Muhammad‘ (HR. ath-Thobaroni dalam al­-Ausath, al-Mundziri berkata: Sanad ath-Thobaroni hasan. Diriwayatkan juga oleh al-Bazzaar, dengan sanadjayyid)

Sihir tidaklah akan terlaksana kecuali dengan bantuan setan dan menghambakan diri kepada- nya serta melakukan hal-hal yang diharamkan oleh agama.

Penyembuhan dari berbagai penyakit fisik, psikis & ghoib

Pada ilmu tenaga dalam diajarkan teknik pe­nyembuhan dari berbagai penyakit dengan meng­gunakan fungsi jurus-jurus tertentu. Dan tidak diragukan bahwa teknik seperti ini adalah cara yang bid’ah yang bertentangan dengan syari’at, khususnya dalam penyembuhan penyakit psikis dan yang ghoib.

Agama memerintahkan kita untuk berobat de­ngan pengobatan yang disyari’atkan dan bersih dari unsur-unsur kesyirikan serta segala hal yang diharamkan, sebab Alloh Ta’ala tidak menjadikan ke­sembuhan umat ini dari hal-hal yang haram.

Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bersabda :

“Wahai hamba Alloh, berobatlah, maka sesungguhnya Alloh tidaklah menurunkan penyakit kecuali menu­runkan bersamanya penyembuahan (obat), kecuali satu penyakit, mereka bertanya: apa itu ? Beliau menjawab : yaitu kepikunan.” (HR. Ahmad).

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda :

“Tidaklah Alloh menurunkan penyakit kecuali menu­runkan bersamanya penyembuhan (obat).”

Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga melarang berobat dengan yang haram, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu ad-Dardaa’, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“Berobatlah, dan janganlah berobat dengan yang haram.” (HR. Abu Daud dengan sanad Hasan, 3874)

Alloh Ta’ala telah menurunkan obat yang sangat mujarab untuk seluruh penyakit, baik fisik atau psikis, yaitu al-Qur’an. Akan tetapi banyak kaum muslimin tidak bisa menggunakan dan meman­faatkannya secara baik dengan disertai keyakinan yang benar. Alloh Ta’ala berfirman :

“Dan Kami telah menurunkan al-Qur’an sesuatu yang menjadi penawar dan rohmat bagi orang yang beriman dan al-Qur’an itu tidaklah menambah kepada orang yang dholim selain kerugian.” (QS. al-Isro’[171]:82)

“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Robbmu dan penyembuh bagi penyakit-­penyakit (yang berada) dalam dada (hati) dan petunjuk serta rahmat bagi orang orang yang beriman. ” (QS. Yunus [io]: 57)

Imam Ibnu Qoyyim rahimahullah berkata : “Al-Qur’an adalah penyembuh yang sempurna dari seluruh penyakit hati (psikis), fisik dan penyakit­-penyakit (yang ada) di dunia dan akhirat. Dan tidaklah setiap orang ahli (bisa) dan diberi taufiq untuk bisa menggunakannya sebagai penyembu­han. Dan apabila orang yang sakit bisa melakukan pengobatan dengan baik dengan al-Qur’an dan meletakkannya pada penyakit dengan (penuh) ke­jujuran dan keimanan, penerimaan yang sempur­na, keyakinan yang putus dan melengkapi syarat­-syaratnya, maka tidak satupun penyakit yang akan bisa melawannya selama-lamanya.

Dan bagaimana mungkin penyakit akan bisa melawan perkataan Robb (yang menciptakan) bumi dan langit yang seandainya kalau ia ditu­runkan kepada gunung-gunung tentu akan han­cur atau (diturunkan) kepada bumi tentu akan terpotong-potong. Tidak satupun dari penyakit hati (psikis) dan fisik kecuali di dalam al-Qur’an terdapat jalan (cara) untuk menemukan obat dan penyebabnya dan (cara) untuk (melakukan) pre­ventif darinya, (tentu) bagi orang yang diberi pemahaman oleh Alloh Ta’ala tentang kitab-Nya…. Adapun (resep) penyembuhan (penyakit) hati (psikis) maka al-Qur’an telah menyebutkannya secara rinci dan menyebutkan (juga) sebab-sebab penyakit dan (cara) mengobatinya. Alloh Ta’ala berfir­man :

“Apakah tidak cukup (bagi) mereka bahwa sesungguh­nya Kami telah menurunkan kepadamu al-Qur’an yang dibacakan kepada mereka.” (QS. al-Ankabut [291: 51)

Maka barangsiapa yang tidak bisa disembuhkan oleh al-Qur'an maka Alloh Ta’ala tidak akan meny­embuhkannya dan barangsiapa yang tidak cukup baginya al-Qur'an maka Alloh Ta’ala tidak akan mem­berikan kecukupan baginya.” (Zadul Ma'ad, 4/322)

Penulis mengajak kita membaca dan mere­nungi perkataan Imam Ibnu Qoyyim rahimahullah , di atas.

Semoga hal itu memotivasi kita untuk membaca al-Qur'an, merenungi dan memahaminya, agar ia menjadi lampu penerang kehidupan dan obat pe­nyembuh segala penyakit jiwa (psikis) dan fisik.

Sangat disayangkan, mayoritas kaum mus­limin sekarang ini berpaling dari al-Quran, tidak membaca dan merenunginya. Mereka juga me­ninggalkan Sunnah. Akhirnya setan membisik­kan kepada mereka agar mencari alternatif selain al-Qur'an untuk mengatasi problematika kehidu­pan dan penyembuhan penyakit yang mereka ra­sakan. Caranya adalah dengan melakukan terapi­-terapi perdukunan dan teknik-teknik ilmu tenaga dalam, yang membuat mereka terperangkap ke dalam jaringan setan yang selalu berusaha meng­giring manusia kepada kesesatan dan kesyirikan, baik disadari atau tidak. Na'uzubillah min zalik.

Meramal barang hilang atau makhluk halus.

Cara ini biasanya dilakukan oleh praktisi ilmu tenaga dalam dengan melatih indranya menjadi peka atau dengan membuat tangannya menjadi sensitif hingga bisa 'meradar' lokasi barang yang hilang atau makluk halus.[6]

Tidak diragukan bahwa cara mendeteksi ba­rang hilang seperti ini tidak ada beda secara subtansi dengan cara perdukunan (kahanah) dan peramal (‘arrofah). Sebab termasuk mengaku me­ngetahui benda yang hilang. Sekalipun para prak­tis ilmu tenaga dalam mengingkari hal itu.

Praktek perdukunan dan ramalan telah dilarang oleh Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan larangan yang keras, sebagaimana dalam sabdanya :

“Barangsiapa yang mendatangi tukang ramal dan menanyakan tentang sesuatu lalu membenarkannya, maka tidak diterima shalatnya 4o hari. “ (HR. Muslim dari sebagian istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam)

Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda: “Barangsiapa yang mendatangi dukun (peramal) dan membenarkan apa yang dikatakannya, sungguh ia telah ingkar (kufur) dengan apa yang dibawa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam .” (HR. Abu Dawud)

Jika ancaman orang yang mendatangi tukang ramal dan membenarkan perkataanya adalah ti­dak diterima sholatnya empat puluh hari dan kufur dengan apa yang dibawa oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam lan­tas bagaimana dengan orang yang mempelajari dan mengajarkannya kepada orang lain ? Tentu ancaman dan dosanya lebih besar.

Ilmu tenaga dalam mempelajari teknik mengetahui masa lalu dan masa depan.

Tidak ada yang dapat mengetahui perkara ghoib yang telah lalu atau yang akan datang ke­cuali Alloh Ta’ala , sebagaimana firman-Nya:

“Katakanlah, tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghoib kecuali Alloh.” ( QS. an-Naml [271:65)

Banyak sekali ayat yang menjelaskan bahwa mengetahui perkara ghoib merupakan kekhu­susan Alloh Ta’ala Bahkan Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai utusan Alloh Ta’ala tidak mengetahui perkara ghoib kecuali sesuatu yang diwahyukan kepadanya. Se­andainya ia mengetahui yang ghoib tentu akan mengetahui rahasia takdir yang akan terjadi dan beliau tentu akan mengantisipasinya. Alloh Ta'ala :

“Katakanlah : ‘Aku tidak berkuasa menarik keman­faatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kema­dhorotan kecuali yang dikehendaki Alloh. Dan seki­ranya aku mengetahui perkara yang ghoib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan tidak akan ditimpa kejahatan dan aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman." (QS. al-A'rof [71:188)

Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Kunci perkara ghoib itu ada lima, tidak ada seorang pun yang mengetahuinya melainkan Alloh Ta’ala Tidak ada yang mengetahui (takdir) apa yang di dalam kan­dungan selain Alloh Ta’ala, tidak ada yang mengetahui apa yang akan terjadi esok selain Alloh Ta’ala tidak ada seorang pun yang mengetahui (dengan pasti) kapan hujan akan turun kecuali Alloh Ta’ala dan tidak ada seorang pun yang mengetahui di bumi mana dia akan mati selain Alloh Ta’ala dan tidak ada yang mengetahui kapan terjadinya hari ki­amat kecuali Alloh Ta’ala" (HR. Bukhori)

Jadi tidak diragukan lagi kebohongan para praktisi dan penuntut ilmu tenaga dalam yang mengatakan bahwa mereka dengan teknik medi­tasi dan memakai ilmu clairvoyance bisa mengeta­hui masa depan dan masa lalu, hal itu tiada lain kecuali bisikan setan dan kesesatannya.

Pada Ilmu tenaga dalam diajarkan teknik mengetahui isi hati orang lain.

Tidak diragukan lagi bahwa ini adalah salah satu bentuk perdukunan dan sihir yang diharam­kan agama, sebab isi hati orang lain merupakan perkara ghoib yang tidak seorang pun mengetahuinya kecuali Alloh Ta’ala, sebagaimana firman-Nya :

“Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan hati." (QS. Ghofir [401:19)

“Sesungguhnya Alloh Maha Mengetahui yang tersem­bunyi di langit dan di bumi, sesungguhnya Dia Maha Mengetahui segala isi hati." (QS. Fathir [35]:34)

Dalam sebuah hadits tentang Ibnu Shayyad seorang paranormal yang diisukan sebagai Dajjal dan bisa mengetahui perkara yang tersembunyi dan isi hati seseorang, sebagaimana yang diri­wayatkan oleh Abdulloh bin Umar radhiyallahu ‘anhu, Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam, berkata kepadanya :

“Saya sembunyikan sesuatu untukmu.” Ia men­jawab: “Dukh.” (potongan dari kata dukhan yaitu asap) Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“Pergilah dengan hina, kamu tidak akan melampaui kemampuanmu.” (HR. Bukhori dan Muslim)

Akan tetapi Ibnu Shayyad tidak bisa menebak apa yang disembunyikan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kecuali hanya kata (dukh) sebagaimana kebiasaan paranormal yang mendapatkan bisikan dari setan.

Bahkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutuk dan mencelanya. Hal ini menunjukkan bahwa orang-orang yang berusaha mengetahui perkara yang tersembunyi dan isi hati seseorang, tiada lain kecuali para pem­bohong yang mengikuti para Dajjal dan setan.

KELIMA :

TENAGA DALAM MENGAJARKAN TEKNIK MENGISI BENDA HIDUP ATAU BENDA MATI UNTUK BERBAGAI KEPERLUAN

Ini adalah tradisi jahiliyah yang tidak lepas dari sihir. Ini adalah salah satu bentuk praktek kesyirikan yang mengurangi atau bahkan mem­batalkan tauhid seseorang. Tujuan pengisian tersebut adalah untuk dijadikan jimat, pengasih­an, penjagaan, kewibawaan, dll. Praktek seperti ini dihukumi oleh Islam sebagai perbuatan syirik sebagaimana sabda Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

“Barangsiapa menggantungkan jimat ia telah berbuat syirik.” (HR. Imam Ahmad, al-Hakim dan Abu Ya’la)

Jika benda mati atau makhluk hidup yang telah diisi dijadikan sebagai jimat dengan keyakinan bahwa ia adalah penyebab mendatangkan kebaik­an dan menolak madhorot, maka ini adalah syirik kecil yang merupakan dosa besar. Namun, bila pelakunya menyakini bahwa benda tersebut de­ngan sendirinya mampu mendatangkan kebaikan dan menolak madhorot, maka ini adalah syirik be­sar yang mengeluarkan seseorang dari Islam.

Sebagian guru tenaga dalam ‘mengisi’ murid­nya dengan ‘energi’nya dan ilmu-ilmu yang lain, maka ia telah membuat muridnya sebagai “jimat hidup”. Hal ini akan berdampak buruk bagi murid sebab ia akan selalu bergantung kepada diri­nya dan lupa kepada pertolongan Alloh Ta’ala dan

Hilang atau menipis rasa tawakkalnya kepada Yang Maha Kuasa. Hal ini karena ia telah merasa memiliki jimat yang akan menyelamatkannya dari segala bahaya dan kejahatan. Ini adalah keyakinan yang syirik. Alloh Ta’ala tidak akan menyempurnakan hidup orang yang seperti ini, hidupnya tidak akan tentram dan aman sebagaimana sabda Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

“Barangsiapa menggantungkan (memakai) jimat maka Alloh tidak akan menyempurnakannya (yakni tidak akan menjauhkannya dari musibah) dan barangsiapa menggantungkan tumbal (sejenis jimat untuk menen­teramkan perasaan) Allah tidak akan membiarkannya hidup tenteram.” (HR. Imam Ahmad)

Maksud ia hanya akan mendapatkan apa yang bertentangan dengan keinginan dan tujuannya.

KEENAM :

PADA ILMU TENAGA DALAM TERDAPAT TEKNIK PEMBENTENGAN BENDA HIDUP ATAU MATI DARI SEGALA BAHAYA, DAN TEKNIK UNTUK MENGUSIR JIN

Tidak diragukan lagi, teknik ini bertentangan dengan cara yang disyari’atkan untuk menjaga diri segala kejahatan dan mengusir jin. Teknik yang diajarkan di ilmu tenaga dalam adalah salah satu bentuk praktek perdukunan dan sihir yang diharamkan agama.

Seorang mukmin meyakini bahwa tidak se­orang pun yang bisa memadhorotkannya kecuali apa yang telah ditakdirkan Alloh Ta’ala akan menim­panya. Sehingga ia selalu meminta perlindungan dari Alloh Ta’ala dan bertawakal kepada-Nya. Sebab Dia-lah Dzat yang bisa menyelamatkannya dari bermacam bahaya. Inilah konsekuensi dari tauhid dan keimanan yang tertanam di hatinya.

Oleh karena itu ia cukup membaca dzikir­-dzikir yang disyari’atkan untuk menghadapi bahaya untuk mengusir jin. Seperti do’a yang ajar­kan oleh Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut ini :

“Barangsiapa singgah di suatu tempat dan dia mengu­capkan : A’uudzu bi kalimaatillahi attaammaati min syarri maa khalaq’ (aku berlindung dengan kalimat­-kalimat Alloh yang sempurna dari kejahatan makhluk ciptaan-Nya), maka tidak ada sesuatu pun yang membahayakannya sampai ia pergi dari tempat itu” (HR. Muslim)

Sedangkan untuk mengusir jin cukup baginya dengan membaca dzikir pagi sore terutama ayat Kursi, sebagaimana yang terdapat dalam hadits yang shohih yang diriwayatkan oleh Abu Hu­roiroh radhiyallahu ‘anhu bahwa setan mengajarkan do ‘a berikut :

“Apabila kamu hendak tidur bacalah ayat kursi, Alloh senantiasa akan menjagamu dan setan tidak akan mendekatimu sampai pagi.”Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Ia telah jujur (berkata) kepadamu, sedang ia adalah pem­bohong (besar) itu adalah setan.” (HR. Bukhori)

Demikianlah cara syar’i dalam membentengi diri dari segala bahaya dan untuk mengusir jin. Adapun teknik yang diajarkan dalam perguruan ilmu tenaga dalam adalah cara bid’ah yang diharamkan oleh agama. Landasan ilmu tenaga dalam tiada lain adalah dibisikkan setan kepada para walinya.

Demikianlah sebagian kesesatan dan kesyirik­an yang terdapat dalam ilmu tenaga dalam dan sejenisnya. Dari pemaparan di atas kita bisa me­mahami betapa besar peranan setan dalam me­nyesatkan manusia dari jalan yang benar. Juga dapat disimpulkan bahwa mempelajari ilmu tenaga dalam adalah haram karena tidak ber­manfaat di dunia dan di akhirat, bahkan ia merupakan cara setan dalam menjerumuskan manusia kepada pelbagai kesesatan dan kesyirikan yang bisa membuat seseorang keluar dari agama Islam.

Mudah-mudahan kajian yang sederhana ini bermanfaat bagi penulis dan para pembaca. Penu­lis berdo’a semoga Alloh Ta’ala senantiasa menun­juki kita kepada kebenaran dan memberi kita kekuatan untuk mengikuti dan mengamalkan­nya. Semoga Alloh ‘Azza wa jalla memperlihatkan kepada kita kebatilan sebagai batil dan diberi kekuatan untuk meninggalkannya. Amiin. []

[Disalin dari Majalah Al FURQON, Edisi 10. No: 102 dan Edisi 11. No: 103, tahun ke-9 1431-H/2010-M, untuk dipublikasikankembali di ibnuabbaskendari.wordpress.com]

Lebih 200 DALIL DARI KITAB WEDHA (KITAB SUCI UMAT HINDU) TENTANG SELAMATAN 1,7,10,100 hari,nyewu, dll.

19.47 by Gilang Bayou 0 komentar




Lebih 200 DALIL DARI KITAB WEDHA (KITAB SUCI UMAT HINDU) TENTANG SELAMATAN 1,7,10,100 hari,nyewu, dll.
--------------------------------------------------------------------------
0leh : ROMO PINANDHITA SULINGGIH WINARNO, (sarjana agama hindu(s1) & pendeta berkasta brahmana, kasta brahmana adalah kasta/tingkatan tertinggi pada umat hindu).


Alhamdulillah yang sekarang beliau Romo Pinandhita Sulinggih Winarno menjadi Mualaf/masuk Islam lalu beliau mengubah namanya menjadi Abdul Aziz, sekarang beliau tinggal di Blitar-Jawa Timur.


Dulu beliau tinggal di Bali bersama keluarganya yang hindu, Beliau hampir dibunuh karena ingin masuk islam, beliau sering di ludahi mukanya karena ingin beragama islam & alhamdulillah ayahnya sebelum meninggal beliau juga memeluk agama islam. Abdul aziz berharap seluruh kaum muslimin membantu mempublikasikan,menyebarkan materi dibawah ini.

Jazakumullahu khoiran katsira.

Kesaksian mantan pendeta hindu: abdul aziz bersumpah atas asma Allah bahwa selamatan, ketupat, tingkepan, & sebahagian budaya jawa lainnya adalah keyakinan umat hindu dan beliau menyatakan tidak kurang dari 200 dalil dari kitab wedha (kitab suci umat hindu) yang menjelaskan tentang keharusan selamatan bagi pemeluk umat hindu, demikian akan saya uraikan fakta dengan jelas dan ilmiyah dibawah ini :

1. Di dalam prosesi menuju alam nirwana menghadap ida sang hyang widhi wasa mencapai alam moksa, diperintahkan untuk selamatan/kirim do’a pada 1 harinya, 2 harinya, 7 harinya, 40 harinya, 100 harinya, mendak pisan, mendak pindho, nyewu (1000 harinya).

Pertanyaan ????? apakah anda orang islam juga melakukan itu ?????

ketahuilah bahwa TIDAK AKAN PERNAH ANDA TEMUKAN DALIL DARI AL-QUR’AN & AS-SUNNAH/hadits shahih TENTANG PERINTAH MELAKUKAN SELAMATAN, bahkan hadits yang dhoif(lemah)pun tidak akan anda temukan ,akan tetapi kenyataan dan fakta membuktikan bahwa anda akan menemukan dalil/dasar selamatan,dkk,justru ada dalam kitab suci umat hindu,

COBA ANDA BACA SENDIRI DALIL DARI KITAB WEDHA (kitab suci umat hindu) DIBAWAH INI:

a. Anda buka kitab SAMAWEDHA halaman 373 ayat pertama, kurang lebih bunyinya dalam bahasa SANSEKERTA sebagai berikut: PRATYASMAHI BIBISATHE KUWI KWIWEWIBISHIBAHRA ARAM GAYAMAYA JENGI PETRISADA DWENENARA.

ANDA BELUM PUAS, BELUM YAKIN, ???

b. Anda buka lagi KITAB SAMAWEDHA SAMHITA BUKU SATU,BAGIAN SATU,HALAMAN 20. Bunyinya : PURWACIKA PRATAKA PRATAKA PRAMOREDYA RSI BARAWAJAH MEDANTITISUDI PURMURTI TAYURWANTARA MAWAEDA DEWATA AGNI CANDRA GAYATRI AYATNYA AGNA AYAHI WITHAIGRANO HAMYADITAHI LILTASTASI BARNESI AGNE.

Di paparkan dengan jelas pada ayat wedha diatas bahwa lakukanlah pengorbanan pada orang tuamu dan lakukanlah kirim do’a pada orang tuamu dihari pertama, ke tiga, ke tujuh, empat puluh, seratus, mendak pisan, mendhak pindho, nyewu(1000 harinya).

Dan dalil-dalil dari wedha selengkapnya silahkan anda bisa baca di dalam buku karya Abdul aziz (mantan pendeta hindu) berjudul “mualaf menggugat selamatan”, di paparkan TIDAK KURANG DARI 200 DALIL DARI “WEDHA” kitab suci umat hindu semua.

JIKA ANDA BELUM YAKIN, MASIH NGEYEL,,, ?

c. Silahkan anda Buka dan baca kitab MAHANARAYANA UPANISAD.

d. Baca juga buku dengan judul ,“NILAI-NILAI HINDU DALAM BUDAYA JAWA”, karya Prof.Dr. Ida Bedande Adi Suripto (BELIAU ADALAH DUTA DARI AGAMA HINDU UNTUK NEGARA NEPAL, INDIA, VATIKAN, ROMA, & BELIAU MENJABAT SEBAGAI SEKRETARIS PARISADA HINDU DHARMA INDONESIA).

Beliau menyatakan SELAMATAN SURTANAH, GEBLAK, HARI PERTAMA, KE TIGA, KE TUJUH, KE SERATUS, MENDHAK PISAN, MENDHAK PINDHO, NYEWU (1000 harinya) ADALAH IBADAH UMAT HINDU dan beliau menyatakan pula NILAI-NILAI HINDU SANGAT KUAT MEMPENGARUHI BUDAYA JAWA,

=ADI SURIPTO DENGAN BANGGA MENYATAKAN UMAT HINDU JUMLAH PENGANUTNYA MINORITAS AKAN TETAPI AJARANNYA BANYAK DI AMALKAN MASYARAKAT , yang maksudnya sejak masih dalam kandungan ibu-pun sebagian masyarakat melakukan ritual TELONAN (selamatan bayi pada hari ke 105 (tiap telon 35 hari x 3 =105 hari sejak hari kelahiran )), TINGKEPAN (selamatan untuk janin berusia 7 bulan)=

e. Baca majalah “media hindu” tentang filosofis upacara NYEWU (ritual selamatan pada 1000 harinya sejak meninggal). Dan budaya jawa hanya tinggal sejarah bila orang jawa keluar dari agama hindu.

f. Jika anda kurang yakin, Masih ngeyel dan ingin membuktikan sendiri anda bisa meneliti kitab wedha datang saja ke DINAS KEBUDAYAAN BALI, mereka siap membantu anda. atau Telephon Nyi Ketut Suratni : o857 3880 7015 (dia beragama Hindu tinggal di Bali, wawasanya tentang hindu cukup luas dia bekerja sebagai pemandu wisata ).

g. APA DASAR YANG LAIN DIDALAM HINDU ??? :

# RUKUN IMAN HINDU (PANCA SRADA) yang harus diyakini umat hindu

1. Percaya adanya sang hyang widhi.

2. Percaya adanya roh leluhur.

3. Percaya adanya karmapala.

4. Percaya adanya smskra manitis.

5. Percaya adanya moksa.

# PANCA SRADA punya rukun, yaitu:

• PANCA YAJNA (artinya 5 macam selamatan).

1. Selamatan DEWA YAJNA (selamatan yang ditujukan pada Ida Sang Hyang Widhi Wasa atau biasa dikenal orang dalam istilah dengan,” memetri bapa kuasa ibu pertiwi “).

2. Selamatan PRITRA YAJNA (selamatan yang DI TUJUKAN PADA LELUHUR).

3. Selamatan RSI YAJNA (selamatan yang ditujukan pada guru atau kirim do’a yang ditujukan pada Guru, biasanya di punden/ndanyangan ). Kalau di kota di namakan dengan nama lain yaitu “SELAMATAN KHAUL” memperingati kiyainya/gurunya &semisalnya , yang meninggal dunia.

4. Selamatan MANUSIA YAJNA (selamatan yang ditujukan pada hari kelahiran atau dikota disebut “ULANG TAHUN” ).

5. Selamatan BUTA YAJNA (selamatan yang ditujukan pada hari kebaikan ), misalnya kita ambil contoh biasanya pada beberapa masyarakat islam (jawa) melakukan selamatan hari kebaikan pada awal bulan ramadhan yang disebut “selamatan MEGENGAN”.

Fenomena diatas tidak diragukan lagi karena pengaruh agama hindu/budaya jawa/nenekmoyang .

Allah berfirman: “ dan apabila dikatakan kepada mereka ,”ikutilah apa yang telah diturunkan Allah,” mereka menjawab ,”(tidak) kami mengikuti apa yang kami dapati pada nenek moyang kami(melakukan-nya).”padahal, nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa pun, dan tidak mendapat petunjuk.(QS.Al-Baqarah,170).

“mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan, dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka”(QS.An-Najm,23).

Dan Allah juga berfirman: dan apabila dikatakan pada mereka,”mari lah (mengikuti) apa yang diturunkan Allah dan (mengikuti) Rasul.”mereka menjawab,”cukuplah bagi kami apa yang kami dapati nenek moyang kami (mengerjakannya) .”apakah (mereka akan mengikuti)juga nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk ? (QS.Al-Maidah,104)

# AKIBAT YANG TIDAK DI SELAMATI DALAM KEYAKINAN HINDU, yaitu:

Pertanyaan ?

orang tua kalau tidak diselamati apa rohnya gentayangan?

Buka dalilnya DIKITAB SUCI UMAT HINDU dikitab SIWASASANA HALAMAN 46-47 CETAKAN TAHUN 1979. Bagi yang tidak mau selamatan mereka di peralina hidup kembali dalam dunia bisa berwujud menjadi hewan atau bersemayam di dalam pohon, makanya kalau anda ke Bali banyak pohon yang dikasih kain-kain dan sajen-sajen itu, karena mereka meyakini roh nya ada dalam pohon itu, dan bersemayam dalam benda-benda bertuah misal keris dan jimat, di hari sukra umanis (jum’at legi) keris atau jimat di beri bunga&sajen-sajen.

DEWA ASURA akan marah besar jika orang tidak mau melakukan selamatan maka dewa asura akan mendatangkan bala/bencana & membunuh manusia yang ada di dunia.

DEWA ASURA atau dikenal dalam masyarakat dengan nama BETHARAKALA , anak ontang anting harus diruwat(ritual dengan selamatan&sajen) karena takut betharakala , sendhang kapit pancuran(anak wanita diantara kedua saudara kandung anak laki-laki) diruwat karena takut betharakala, rabi ngalor ngulon merga rawani karo betharakala (nikah tidak boleh karena rumahnya menghadap utara&barat, karena takut celaka ).

# AKIBAT YANG DI SELAMATI DALAM KEYAKINAN HINDU, yaitu:

Dalam keyakinan hindu bagi yang mau selamatan maka mereka langsung punya tiket ke surga.

2. NASI TUMPENG

Konsep dalam agama hindu : dalam kitab MANAWA DHARMA SASTRA WEDHA SMRTI ,BAGI ORANG YANG BERKASTA SUDRA(KASTA YANG RENDAH) YANG TIDAK BISA MEMBACA KALIMAT PERSAKSIAN :

HOM SUWASTIASU HOM AWI KNAMASTU EKAM EVA ADITYAM BRAHMAN ,BAGI YANG TIDAK BISA MENGUCAPKAN KALIMAT DALAM BAHASA SANSEKERTA DIATAS SEBAGAI PENGGANTINYA MAKA MEREKA CUKUP MEMBIKIN TUMPENG, BENTUKNYA ADALAH SEGITIGA, SEGITIGA YANG DIMAKSUT ADALAH TRIMURTI (SHIVA, VISHNU, BRAHMA=>BRAHMAN) ARTINYA TIGA MANIFESTASI IDA SANG HYANG WIDHI WASA , UMAT HINDU MENGATAKAN BARANGSIAPA YANG MEMBIKIN TUMPENG MAKA DIA SUDAH BERAGAMA HINDU.

Dikitab BAGHAWAGHITA di jelaskan TUHAN nya orang hindu lagi minum dan ditengahnya ada tumpeng, dan di depan dewa brahma ada sajen-sajen

3. Pemberangkatan mayat diwajibkan dipamitkan di depan rumah lalu beberapa sanak keluarga akan lewat di bawah tandu mayat (tradisi brobosan), karena umat hindu meyakini brobosan sebagai wujud bakti pada orang tua dan salam pada dewa, dalam hindu mayat di tandu lalu diatasnya diberi payung, pemberangkatan mayat menggunakan sebar/sawur bunga, uanglogam, beraskuning,dll, lalu bunga di ronce(dirangkai dengan benang )lalu di taruh/dikalungkan di atas beranda mayat. Hindu meyakini :

a. Bunga warna putih mempunyai kekuatan dewa brahma.

b. Bunga warna merah mempunyai kekuatan dewa wisnu.

c. Bunga warna kuning mempunyai kekuatan dewa siwa.

Umat hindu berkeyakinan bunga itu berfungsi sebagai pendorong do’a (muspha/trisandya)&pewangi.

4. KETUPAT

Didalam hindu roh anak menjelang hari raya pulang kerumah, sebagai penghormatan orang tua kepada anak, maka biasanya hindu setelah hari raya di pasang kupat diatas pintu dan di bagi-bagikan tetangga.

Pertanyaan ? apakah anda tahu dasarnya setelah hariraya idulfitri ada hari raya kupatan/ketupat ? apa dasarnya? DEMI ALLAH tidak ada satu dalilpun perintah Allah dari Al-Qur’an dan As-sunnah tentang perbuatan tersebut diatas.

sungguh Allah berfirman: “mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan, dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka”(QS.An-NAJM:23).

“ dan apabila dikatakan kepada mereka ,”ikutilah apa yang telah diturunkan Allah,” mereka menjawab ,”(tidak) kami mengikuti apa yang kami dapati pada nenek moyang kami(melakukan-nya).”padahal, nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa pun, dan tidak mendapat petunjuk.(QS.Al-Baqarah:170)

# KESIMPULAN

TRADISI-TRADISI SALAH YANG MEMBUDAYA : tradisi keliru dan telah membudaya pada masyarakat kita yang kita sebutkan diatas, bukan untuk diikuti akan tetapi untuk dijauhi. Bahwa setidaknya ada dua alasan mereka melakukan tradisi-tradisi tersebut :

1. Mereka berpedoman dengan hadits palsu;

2. Sebagian dari mereka hanya sekedar ikut-ikutan (mengekor) terhadap tradisi yang berjalan disuatu tempat.

Mereka akan mengatakan bahwa ini adalah keyakinan para pendahulu dan nenek moyang mereka !

Saudaraku sekalian, argumentasi”apa kata orang tua”, bukan lah jawaban ilmiyah dari seorang muslim yang mencari kebenaran. Apalagi masalah ini menyangkut baik buruknya aqidah seseorang. Maka, permasalahan ini harus didudukkan dengan timbangan AL-QUR’AN AS-SUNNAH AS SHAHIHAH.

Sikap mengekor kepada pendahulu dan nenek moyang dengan tanpa memperdulikan dalil-dalil syar’i merupakan perbuatan yang keliru, karena sikap tersebut menyerupai orang-orang quraysy, ketika diseru oleh Rasulullah untuk beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.

Apa jawab mereka ? silahkan anda baca al-qur’an surat az-zuhruf ayat 22 & asy-syu’ara ayat 74.

“bahkan mereka berkata,’sesungguhnya kami mendapati nenek moyang kami menganut suatu agama (bukan agama yang engkau bawa)dan sesungguhnya kami orang-orang yang mendapat petunjuk dengan mengikuti jejak mereka”(Qs.az Zuhruf,22).

Jawaban seperti ini serupa dengan apa yang dikatakan kaum Nabi Ibrahim, ketika mereka diajak meninggalkan peribadatan kepada selain Allah. Mereka mengatakan,” kami dapati bapak-bapak kami berbuat demikian(yakni beribadah kepada berhala).”(QS.Asy Syu’ara,74).

# PENUTUP

Demikian wahai saudaraku persaksian yang dapat saya sampaikan. mari janganlah mencampur adukkan ajaran hindu dengan ajaran islam. misalnya jika anda tidak berani mendakwahi atau menyampaikan pada saudara kita sebahagian umat islam yang masih melakukan selamatan dan sebagainya adalah dari Hindu bukan ajaran islam.

misal Jika anda merasa malu, gak enak (ewuh pakewuh) menyampaikan atau mendakwahi kepada saudara kita muslim yang masih melakukan selamatan dan sebagainya atau malu gara-gara kita menegakkan Al-Qur’an & As-Sunnah , anda keliru besar.

Ingat janji-Nya, Allah berfirman: sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang mukmin, baik diri maupun harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka-,,,,(QS.At-Taubah,111).

Marilah masing-masing kita selalu berbenah dan memperbaiki diri. Semoga Allah memberikan hidayah dan taufiq-Nya kepada kita dan seluruh kaum muslimin. Aamiin.

Wallahu a’lam.

Oleh : Abdul Aziz.

Allah berfirman : Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, maka niscaya DIA(Allah) akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu (Qs.Muhammad,7) .

Mohon disebarluaskan dengan menjaga keaslian tulisan tanpa di tambah maupun dikurangi.

Barakallahu fikum…

riwayat Anas bin malik-,,,- Rasulullah bersabda: diantara tanda-tanda hari kiamat adalah hilangnya ilmu (keislaman), maraknya kebodohan(tentang islam),,,-(HR.bukhari(no,81)).

HR.muslim,no1856)).

riwayat dari abdullah bin amru bin al-ash-,,,-,bahwa Rasul bersabda :sesungguhnya Allah azzawajalla tidak menghilangkan ilmu (keislaman)dengan cara mencabutnya dari dada umat manusia, tetapi Allah menghilangkan ilmu (keislaman)dengan memwafatkan para ulama ,sehingga tidak ada seorang ulama pun yang tertinggal. kemudian orang-orang mengangkat pemimpin-pemimpin yang bodoh, lalu mereka di tanya, lalu mereka berfatwa tanpa ilmu, sehingga mereka sesat dan menyesatkan. (HR.Muslim,no:1858), dengan sanad sahih

sumber : http://aslibumiayu.wordpress.com/2012/04/24/lebih-200-dalil-dari-kitab-wedha-kitab-suci-umat-hindu-tentang-selamatandll/

Wali Songo utusan Khilafah Turki Ustmani untuk mengajarkan Islam dan mengenal syariah dan khilafah

19.44 by Gilang Bayou 0 komentar




Nama Wali Songo sebagai Penyebar Islam di Pulau Jawa sangat dikenal oleh seluruh lapisan masyarakat, terutama yang beragama Islam. Istilah Songo yang berarti mulia (bukan dalam arti angka 9) itu berasal dari bahasa arab yaitu dengan kata Sanga (mulia). Para da’i ditugaskan oleh Khilafah Turki Ustmani pada waktu itu dengan membagi Wilayah Jawa menjadi tiga, dengan masing-masing bagian diisi oleh 3 (tiga) da’i. Mereka berasal dari berbagai wilayah ke-Khilafahan Daulah Islamiyah, sedangkan Pucuk Pimpinan dipegang oleh Sunan Ampel karena beliau lebih dekat kekerabatannya dengan Pemegang Kekuasaan Mojopahit.
Da’wah Wali Songo terfokus pada Aqidah Islam yang terpampang atas panji-panji aktivitas, yaitu ada pada HR. Buchori – Muslim :

Da’wah ditujukan kepada Masyarakat dan Penguasa dengan memberikan pemahaman atas konsep Peradapan Fitroh Manusia yang sangat jelas. Sehingga masyarakat dan penguasa dalam memahami Islam secara sempurna / keseluruhan (Kaffah) sebagai suatu Ideologi (Mabda’). Dalam perjalanan waktu aktivitas da’wah tidak hanya dilakukan oleh para Wali, akan tetapi oleh masyarakat dan penguasa (QS. Ali Imron 104);

Selanjutnya aktivitas da’wah para da’i, masyarakat dan panguasa searah dengan Aqidah Islam, bahwasanya Islam adalah sebuah Agama dan Mabda’(Ideologi) ;



Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (QS. Al-Maidah ; 44).




Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang dlolim. (QS. Al-Maidah ; 45).





Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik. (QS. Al-Maidah ; 47).

Ketaatan dan Ketundukan adalah kunci dari apa yang disebut dengan Makhluk, semua itu menjadi wajib (Fardlu ‘Ain) untuk merealisasikan dan mewujudkan serta menegakan Syariah Islam dalam bingkai Khilafah Daulah Islamiyah. Salah satu poin dari Aqidah Islam adalah Thoriqoh (Jalan) yang menjadi alat dari pelaksanaan aturan ALLOH SWT, sehingga kata Hijrah (berpindah) dari Hukum / Aturan buatan manusia menuju Hukum / Aturan ALLOH SWT. tinggal menunggu waktu.
Kesultanan di Nusantara telah lahir untuk menjadi alat dalam menerapkan Hukum / Aturan ALLOH SWT. Setelah perjalanan panjang da’wah selama 80 tahun. Setelah itu secara serentak dan paripurna wilayah-wilayah yang ada di pulau Jawa dan daerah lainnya di Nusantara serta daerah sekitarnya berdiri / lahir Kesultanan-kesultanan. Seluruh wilayah Nusantara dan sekitarnya diterapkan SYARIAH ISLAM, Mutlak dan Wajib menggabungkan diri didalam naungan Daulah Khilafah Turki Ustmani pada waktu itu.
Pada masa itu Kemuliaan Peradapan Umat berada pada masa ke-Emasan, dengan julukan bagi Wilayah Nusantara dengan julukan “GEMA RIPAH LOH JINAWI, TOTO TENTREM KERTO RAHARJO” dan “SRI BUYA ISLAM. Juga pada Abad sebelumnya sudah disebut oleh Marcopolo setelah bersandar di perairan pulau Sumatera yaitu dengan sebutan “THE LOW OF MUHAMMAD” atau “UNDANG – UNDANG MUHAMMAD”.


JEJAK DA’WAH WALI SONGO
(SEJARAH PENERAPAN SYARIAT ISLAM DI INDONESIA)


Sungguh,
Negara-negara Salib Eropa,
Kaum Nasionalis Sekuler dan golongan Kristen
Telah berhasil menutup-nutupi, menyimpangkan,
Dan memutarbalikkan Fakta Sejarah Indonesia.

Namun ALLOH Yang Maha Kuasa punya rencana lain,
Jejak-jejak Syariah Islam dan Khilafah di Indonesia kian terungkap.

Seiring dengan kembalinya
Kecintaan masyarakat Indonesia
Terhadap Syariah Islam
Dan Pembelaan mereka
Terhadap Khilafah.

Teruntuk Bangsa
Yang pernah di-Muliakan
ALLOH SWT.


SERI – 1
644 – 1652 M


PERMULAAN DA’WAH ISLAM DI NUSANTARA
Indonesia adalah bagian bumi ALLOH SWT. Yang menerapkan Syariat Islam. Risalah Islam untuk menyerbarkan Islam ke penjuru dunia menyebabkan Islam mencapai Kekaisaran Cina, Kawasan Canton, pulau Sumatera dan Kerajaan Kalingga di Jawa sejak abad pertama Hijriyah (1 H). Saat itu, Islam yang terwujud dalam Negara Khilafah menjadi nomor satu (1) di dunia tanpa Pesaing.
Setelah dimasa pemerintahan Kholifah Umar bin Khothob, Khilafah Islam berhasil membebaskan Persia, Mesir dan Syam dari cengkraman dua (2) Negara Adidaya saat itu, yakni Romawi Bizantyum dan Kisro Dinasti Sasaq.
Dimasa pemerintahan Kholifah Ustman bin Affan, kearah Timur wilayah kekuasaan Islam meluas hingga ke India. Adalah Mesir Arab, Persia dan India yang berperan menda’wahkan Islam pertama kali ke masyarakat yang berdiam di Gugusan pulau di Asia Tenggara yang dikenal dengan nama Nusantara, mereka adalah para Pedagang.
Interaksi da’wah Islam terjadi dikalangan para Pedagang, dan dari unsur pedagang inilah penduduk di Nusantara mengenal Islam dan Kemuliaan Peradapannya. Penerapan Peradapan Islam yang dilakukan oleh Daulah Khilafah Islamiyah saat itu, mulai dari India di Asia dan Andalusia di Eropa, memudahkan penduduk Nusantara memahami Islam, mulai dari aspek Aqidah, Ibadah, Sistem Ekonomi, Sosial, Peradilan hingga Sistem Pemerintahannya. Hal itu dikarenakan da’wah Islam yang paling efektif adalah dengan melihat langsung bagaimana Syariat Islam diterapkan.
Da’wah Islam yang bermula dikalangan pedagang itu akhirnya sampai ketelinga para Raja Hindu dan Budha yang tersebar di Nusantara.
Pada tahun 100 Hijriyah atau yang bertepatan 718 Masehi, Raja Sriwijaya Jambi yang bernama Sindrafarman mengirim surat kepada Kholifah Umar bin Abdul Azis dari Khilafah Bani Umayah, meminta dikirimkan Da’i yang bisa menjelaskan Islam kepadanya. Dua (2) tahun kemudian, yakni tahun 720 Masehi, Raja Sindrafarman yang semula beragama Hindu masuk Islam. Sriwijaya Jambi-pun dikenal dengan nama “SRIBUYA ISLAM.”
Sayang, pada tahun 730 Masehi, Sriwijaya Jambi ditawan oleh Sriwijaya Palembang yang masih menganut Agama Budha.
Pada tahun 820 Masehi, setitik harapan muncul dari Pesisir Utara pulau Sumatera tepatnya dipusat perdagangan yang bernama Peureulak. Peureulak saat itu adalah tempat persinggahan para pedagang muslim Arab dan Persia. Disana mereka menda’wahkan Islam ke penduduk Peureulak, menikah dengan putri-putri Peureulak, sehingga lahirlah anak – anak muslim campuran darah Arab, Persia dan Peureulak.
Islamisasi melalui jalur perdagangan dan pernikahan ini akhir menembus jajaran Elit Penguasa Peureulak.

Berdiri Kesultanan Peureulak pada tahun 839 Masehi.
Islam akhirnya membuat perubahan yang luar biasa bagi Peureulak dengan berdirinya Kesultanan Peureulak. Kesultanan Peureulak didirikan pada hari Rabu, 1 Muharom tahun 225 Hijriyah bertepatan tahun 839 Masehi dengan Sultan pertamanya Sultan Alaidin Sayid Maulana Abdul Azis Syah. Kesultanan Peureulak beribukota di Bandar Peureulak yang berganti nama menjadi Bandar Kholifah.



AWAL PENERAPAN SYARIAT ISLAM DI NUSANTARA (839 M)
Sejak saat itu Syariat Islam diterapkan disalahsatu wilayah yakni di Kesultanan Peureulak, yang oleh Marcopolo disebut dengan nama THE LOW OF MUHAMMAD atau UNDANG – UNDANG MUHAMMAD. Sebagaimana Sribuya Islam, Kesultanan Peureulak ini diserang oleh Kerajaan Sriwijaya Budha tahun 986 Masehi.
Pada tahun 1006 Masehi, Sriwijaya Budha menarik pasukannya untuk menghadapi Kerajaan Dharmawangsa di pulau Jawa.
Sementara itu di kawasan Timur Tengah sejak tahun 1258 Masehi Kaum Muslimin hidup tanpa Kholifah. Keadaan ini terjadi akibat serbuan pasukan Tar – tar yang menghancurkan Bagdad, ibukota Daulah Khilafah saat itu, dan dibunuhnya Kholifah Al-Musta’syim Billah dari Bani Abbassiyah oleh Hulahug Kahn (Panglima pasukan Tar – tar).
Meski demikian disebelah Barat kota Bagdad, Kaum Muslimin masih berada pada Kesultanan – kesultanan Islam, di Anatolia ada Bani Saljuk Rum, di Syam hingga Mesir ada Bani Mamouluk, dan di Hejaz berkuasa Syarif Mekkah.
Syarif Mekkah adalah Penguasa Hejaz yang saat itu merupakan Wilayah setingkat Propinsi dari Khilafah Abbassiyah. Ketika Sultan Baybas Al-Badover dari Kesultanan Mamaoluk mem-Bai’at Al – Mustansir Billah (1261 M) dari Bani Abbassiyah sebagai Kholifah pada tanggal 13 Rajab tahun 569 Hijriyah (1261 M), Syarif Mekkah-pun menggabungkan kembali wilayah Hejaz kedalam kekuasaan Khilafah Abbasiyah ini. Syarif Mekkah yang mengirim misi da’wah dan meng-Islam-kan Samudra Pasai dan menjadikannya sebagai bagian dari Khilafah Islamiyah.

MENJADI BAGIAN KHILAFAH ISLAMIYAH
Syarif Mekkah mengutus Syeh Isma’il untuk mengukuhkan Merah Silu menjadi Sultan di Kesultanan Samudra Pasai dengan gelar Sultan Malikus Saleh. Sehingga sejak tahun 1261 Masehi, Kesultanan Samudera Pasai menjadi bagian dari Khilafah Abbasiyah Mesir dibawah control Mekkah atau Serambi Mekkah. Dan memang bagitulah seharusnya setiap wilayah yang berhasil di-Islam-kan secara sukarela dan Penguasanyapun bersedia menerapkan Syariat Islam maka Wilayah tersebut WAJIB menggabungkan diri menjadi Bagian dari Khilafah Islamiyah.
Sejak menjadi bagian dari Khilafah, Kesultanan Samudera Pasai menjadi Pusat Koordinasi dan Pengkaderan Da’i yang akan dikirim keseluruh Penjuru Nusantara. Da’wah Islam secara besar-besaran ke Nusantara-pun di Mulai.

DA’WAH ISLAM BESAR – BESARAN KE NUSANTARA
Dari Pasai da’wah Islam menyebar melalui dua (2) jalur, Jalur Malaka dan Jalur Giri di Gresik. Dari Malaka da’wah Islam bergerak ke Johor, Kenda, Trengganu, Pattani, Kelantan, Campa, Brunei, Sulu, Mindanou dan Manila. Dari Giri da’wah Islam menyebar ke Jawa Tengah, Jawa Barat, Banten, Palembang, Tanjung Pura, Banjar, Sulawesi Selatan dan Ternate. Dari Ternate menyebar ke Buton dan ke Sulawesi Tengah. Dari Sulawesi Selatan da’wah Islam menyebar ke Kutei di Kalimantan Timur dan Bima di Nusa Tenggara.

DA’WAH DENGAN TARGET POLITIK
Misi da’wah Islam ini memiliki target politik yang jelas yakni menyiapkan berdirinya Kesultanan – kesultanan yang akan menerapkan Syariat Islam dan menggabungkannya dengan Khilafah Islam yang saat itu diperintah oleh para Kholifah dari Bani Abbasiyah. Penyiapannya dilakukan melalui dua (2) jalur ;
1. Menyiapkan rakyat Kerajaan dengan memunculkan kesadaran Islam pada diri mereka,
2. Menyiapkan Ahlul Quwah yakni pemilik Kekuatan Riil di Kerajaan tersebut dengan menda’wahkan Islam kepada mereka dan membantu mereka dalam Metode dan Strategi agar mereka mampu menerapkan Syariat Islam dengan baik. Dalam Kerajaan Hindu – Budha pemilik kekuatan riil adalah Raja dan para Pangeran, karena kekuatan militer berada langsung dibawah mereka.

DA’WAH POROS KHILAFAH
Da’wah, tidak lagi dilakukan oleh para Pedagang tetapi dilakukan oleh Daulah Khilafah Islamiyah yang didukung oleh Kesultanan – kesultanan di seluruh penjuru Daulah Khilafah. Dukungan ini, dilakukan dengan mengirimkan para Ulama untuk diutus ber-Da’wah ke Nusantara. Poros Khilafah ini nampak jelas, seperti misi da’wah Islam ke pulau Jawa.
Pada tahun 808 Hijriyah atau 1404 Masehi berangkatlah sembilan da’i Ulama dari berbagai tempat wilayah di Daulah Khilafah atas Sponsor Sultan Muhammad Jalabi dari kesultanan Turki Ustmani ke tanah Jawa melalui kesultanan Samudera Pasai. Mereka adalah:
1. Maulana Malik Ibrahim (Ahli Tata Pemerintahan Negara, Turki),
2. Maulana Ishaq (Syeh Awalul Islam, Samarkhan),
3. Maulana Ahmad Jumadil Kubro (Mesir),
4. Maulana Muhammad Al-Magribi (Maroko),
5. Maulana Malik Isro’il (Turki),
6. Maulana Hasanudin (Palestina),
7. Maulana Aliyudin (Palestina),
8. Syeh Subakir (Persia),
9. Muhammad Ali Akhbar (Persia).

DA’WAH WALI SONGO DI TANAH JAWA
Sebelum ke tanah Jawa, umumnya mereka singgah dulu di Pasai adalah Sultan Abidin Bagian Syah (Penguasa Samudera Pasai, 1349 – 1406 M), yang mengantar Maulana Malik Ibrahim dan Maulana Ishaq ke tanah Jawa. Pada periode berikutnya, antara tahun 1421 – 1436 M, datang tiga da’i Ulama ke Jawa menggantikan da’i yang Wafat. Mereka adalah :
1. Sayyid Ali Rahmatulloh putra Syeh Ibrahim (Samarkhan) yang dikenal dengan Ibrahim Asmarakhandi dari Ibu Campa (Kamboja) atau yang dikenal dengan Sunan Ampel.
2. Lalu Syeh Ja’far Shodiq (Palestina) atau yang dikenal dengan Sunan Kudus.
3. Syarif Hidayatulloh (Palestina) cucu dari Raja Siliwangi-Pajajaran atau dikenal dengan Sunan Gunung Jati.
Gelar Sunan berasal dari kata Susuhunan berarti yang dijunjung tinggi atau panutan masyarakat setempat.

PEMBAGIAN JAWA KEPADA SEMBILAN PENGURUS
Misi da’wah Islam ke tanah Jawa ini terorganisir dengan rapi dengan pembagian tugas dan wilayah yang jelas. Pada siding tahun 1436 M, yang diadakan di Ampel Surabaya, kelompok da’wah ini membagi tugas da’wah menjadi 9 (Sembilan) Pengurus / Wali :
1. Wilayah Jawa Timur : a. Sunan Ampel,
b. Maulana Ishaq,
c. Maulana Jumadil Kubro.
2. Wilayah Jawa Tengah : d. Sunan Kudus,
e. Syeh Subakir,
f. Maulana Al – Magribi.
3. Wilayah Jawa Barat : g. Syarif Hidayatulloh,
h. Maulana Hasanudin,
i. Maulana Aliyudin.
Misi da’wah ini dikenal dengan nama “Misi Da’wah Wali Songo” dengan pucuk Pimpinan dipegang oleh Sunan Ampel yang memiliki Akses paling dekat dan paling kuat dengan pemilik kekuasaan Kerajaan Mojopahit saat itu, yaitu sebagai keponakan dari Prabu Brawijaya Kertabumi.

DA’WAH KEPADA AHLUL QUWWAH KERAJAAN – KERAJAAN
Mulai tahun 1463 M, makin banyak Da’i Ulama keturunan jawa menggantikan Da’i yang wafat dan pindah tugas. Mereka adalah :
1. Raden Paku / Sunan Giri (Putra Maulana Ishaq dengan Putri Sekardadu), Putri Sekardadu (putri Prabu Minaksemboyu Raja Blambangan),
2. Raden Sa’id / Sunan Kalijogo (putra Adipati Wilwatikta Bupati Tuban),
3. Raden Bahnul Ibrahim / Sunan Bonang (putra Sunan Ampel dengan Dewi Condrowati), Dewi Condrowati adalah putri Prabu Kertabumi Raja Mojopahit.
4. Raden Qosim / Sunan Drajad (putra Sunan Ampel dengan Dewi Condrowati), Dewi Condrowati adalah putri Prabu Kertabumi Raja Mojopahit.
Banyaknya Gelar Raden berasal dari kata Rahadiyan yang berarti Tuanku diantara Para Wali, menunjukan bahwa da’wah Islam telah terbina dengan subur di kalangan Elit Penguasa Kerajaan Mojopahit. Sehingga terbentuknya sebuah Kesultanan tinggal tunggu waktu.

Akhirnya setelah berjuang selama 75 tahun, target Politik da’wah Wali Songo-pun tercapai. Berdirilah Kesultanan Islam di Jawa yakni Kesultanan Demak pada tahun 1478 M dengan Raden Hasan Al-Fatah (nama asli Jim Bui, Putra dari Prabu Brawijaya Kertabumi, Raja Mojopahit terakhir yang menikah dengan Putri Cina) sebagai Sultan pertama. Saat itu Mojopahit telah runtuh oleh serangan Prabu Giri Wardhana dari Kediri, sehingga sebagai Pangeran Mojopahit, Raden Hasan adalah sebagai pemegang Kekuasaan yang Sah atas bekas Wilayah Kerajaan Mojopahit.
Sementara itu, Syarif Hidayatulloh (Sunan Gunung Jati) seorang Wali yang bertanggung jawab di kawasan Jawa Barat dengan Strategi yang sangat Jitu berhasil mendirikan Kesultanan Cirebon dan Kesultanan Banten serta menjalin hubungan dengan Kekaisaran Cina. Syarif Hidayatulloh adalah Cucu Raja Siliwangi (Raja Hindu terakhir di Pajajaran, Bogor) dari Putri Rara Santang yang menikah dengan Penguasa Mesir Sultan Syarif Abdulloh. Bersama Pamannya Pangeran Wala Sungsang (Putra Raja Siliwangi), Syarif Hidayatulloh mendirikan Kesultanan Cirebon, selanjutnya Beliau mendirikan Kesultanan Banten bersama Pangeran Serba Kingking dan Fadhilah Khan (Wong Agung Pasar). Kesultanan Banten dipimpin oleh Pangeran Serba Kingking yang bergelar Sultan Maulana Hasanudin (Putra Syarif Hidayatulloh dari Nyi Kawungen, Putri Bupati Banten).
Sehingga 2 (dua) Kesultanan ini dipimpin oleh Ahlul Quwah yakni Para Pangeran bekas dari Kerajaan Pajajaran. Kerajaan Pajajaran sendiri kemudian berangsur Redup, akhirnya tergantikan dengan Kekuasaan Islam.

Demikianlah karena Pertolongan ALLOH SWT semata da’wah Islam di tanah Jawa berlangsung dengan damai.
Fungsi Para Wali yang dipimpin Sunan Ampel setelah wafat digantikan oleh Sunan Giri selain mengangkat Sultan di tanah Jawa adalah layaknya menjadi Syuro bagi sang Sultan. Para Wali memberi arahan – arahan Srategi kepada Para Sultan dalam melaksanakan Syariat Islam, baik dalam ;
1. Politik Ketatanegaraan Islam,
2. Pengajaran Islam kepada warga Negaranya,
3. Hubungan dengan Kesultanan Samudera Pasai ataupun hubungan dengan Negara tetangga mereka (Mojopahit, Pajajaran, Blambangan dan Kekaisaran Cina).

BERDIRI KESULTANAN – KESULTANAN
DI NUSANTARA MASA KHILAFAH ABBASSIYAH (1402 – 1500 M)
Da’wah besar – besaran bersifat Politis dari Samudera Pasai Darussalam (Serambi Mekah) ini berhasil memunculkan kesultanan – kesultan Islam berikutnya, diseluruh Nusantara mulai abad 15 M. hingga awal abad ke 19 M. ;
1. Pada tahun 1402 M. berdiri Kesultanan Brunei Darussalam di Kalimantan Utara, dengan Awanghe Tar – tar Raja Brunei yang masuk Islam sebagai Sultan pertamanya dengan gelar Sultan Muhammad Syah.
2. Di Semenanjung Malaya, pada tahun 1414 M berdiri Kesultanan Malaka, Kesultanan ini di konversi dari Kerajaan Hindu oleh Parameswara sang Raja yang kemudian jadi Sultan Pertamanya bergelar Sultan Nekah Iskandar Syah.
3. Di kepulauan Sulu Pada tahun 1457 M, berdiri kesultanan Sulu dipimpin oleh Paduka Maulana Mahasyari Syarif Sultan Hasyim Abu Bakar sebagai Sultan pertamanya.
4. Di Jawa pada tahun 1478 M berdiri Kesultanan Demak dengan Pangeran Jimbun sebagai Sultan pertamanya dengan gelar Sultan Alam Akhbar Al – Fattah.
5. Di Gresik berdiri Kesultanan Giri dengan Raden Paku sebagai Sultan pertama bergelar Prabu Satmoko.
6. Di semenanjung Malaya pada tahun 1486 M. berdiri Kesultanan Pattani dengan Payyat Tun Nappah seorang Raja Budha yang masuk Islam sebagai Sultan pertamanya dengan gelar Sultan Islamil Syah.
7. Di kepulauan Maluku pada tahun 1486 M. berdiri Kesultanan Ternate dengan Zaenal Abidin sebagai Sultan pertamanya.
8. Selain itu berdiri Kesultanan Tidore, Jailolo dan Bajjan.
9. Di akhir abad 15 M. berdiri Kesultanan Cirebon (Jawa Barat) dengan Syarif Hidayatulloh sebagai Sultan pertamanya.

BERDIRI KESULTANAN – KESULTANAN
DI NUSANTARA MASA KHILAFAH UTSMANIYAH (1500 – 1772 M.)
Sementara itu di Mesir, pada tahun 1517 M. terjadi perpindahan tampuk ke-Khilafahan dari Kholifah Al - Mutawakkil ‘Alalloh ke-3 (tiga) dari Abbasiyah kepada Sultan Salim dari Turki Usmani. Khilafah Ustmaniyah yang menerapkan Syariat Islam dengan penuh ke-Iman-an membuat tubuh Khilafah yang lemah sejak masa Perang Salib hingga masa Abbassiyah Mesir, kini mulai menguat kembali.
Khilafah Ustmaniyah berhasil menyatukan hampir seluruh wilayah Islam dibawah kekuasaannya, membentang dari Afrika Utara hingga ke Nusantara. Khilafah kembali menjadi Negara Nomor Satu di Dunia tanpa pesaing.
Seiring dengan meningkatnya kekuatan Khilafah Islamiyah, kekuatan – kekuatan Islam di Nusantarapun mencapai masa ke – Emasan-nya. Terjadi pemantapan pada Kesultanan – Kesultanan yang telah ada, disamping berdirinya Kesultanan baru di wilayah lain di Nusantara, setelah para Ahlul Quwahnya menerima Islam sebagai Ideologi bagi Kerajaannya ;
1. Di Aceh pada tahun 1511 M. Kesultanan – Kesultanan menggabungkan diri menjadi Kesultanan Aceh Raya Darussalam yang beribukota di Banda Aceh Darussalam dipimpin oleh Sultan Ali Mugoyad Syah sebagai Sultan pertamanya.
2. Di Mindanao pada tahun 1515 M. berdiri Kesultanan Mindanao dipimpin oleh Syarif Muhammad Kabonswa.
3. Di ujung Barat pulau Jawa pada tahun 1524 M. berdiri Kesultanan Banten dengan Pangeran Sebo Kingking sebagai Sultan pertamanya dengan gelar Sultan Maulana Hasanudin.
4. Di Sulawesi Utara pada tahun 1525 M. berdiri Kesultanan Gorontalo dengan Sultan Amai sebagai Sultan pertamanya.
5. Setelah Kesultanan Malaka di kuasai Portugis pada tahun 1528 M. di Semenanjung Malaya berdiri Kesultanan Perak dengan Sultan pertamanya Sultan Muzaffar Syah.
6. Di Ujung Semenanjung Malaya pada tahun 1530 M. berdiri Kesultanan Johor dengan Sultan pertamanya Sultan Alaudin Ri’ayah Syah.
7. Di Madura Barat pada tahun 1531 M. berdiri Kesultanan Arosbaya dengan Pratanu sebagai Sultan pertamanya dengan gelar Panembahan Lemah Duwur.
8. Di Sulawesi Tenggara pada tahun 1538 M. berdiri Kesultanan Buton, setelah Raja Buton yang ke VI yakni Timbang-Timbangan (Halu Oleo) memeluk Agama Islam.
9. Di Sumatera Selatan pada tahun 1539 M. berdiri Kesultanan Palembang dipimpin Ki Geding Suro.
10. Di Kalimantan Timur pada tahun 1545 M. berdiri Kesultanan Kutei Kertanegara dipimpin oleh Aji Raja Istana (Aji Bimangkam) sebagai Sultan pertamanya dengan gelar Aji Raja Mahkota Mulia Islam.
11. Di pedalaman Jawa pada tahun 1546 M. berdiri Kesultanan Pajang (melanjutkan Kesultanan Demak) dengan Joko Tingkir sebagai Sultan pertamanya bergelar Sultan Hadi Wijaya.
12. Di Sumatera Barat pada tahun 1560 M. berdiri Kesultanan Pagarluyung dengan Sultan ‘Alif sebagai Sultan pertamanya.
13. Dan setelah Kesultanan Pajang runtuh, berdiri Kesultanan Mataram pada tahun 1582 M. dengan Sutowijoyo Pangeran Ngabehi Loring Pasar sebagai Sultan dengan gelar Panembahan Senopati Ing Alogo Syayidin Noto Gomo.
14. Di Sulawesi Selatanan pada tahun 1593 M. berdiri Kesultanan Goa Talo dengan Raja Goa ke XIV Emangirangi Daengma Rakya sebagai Sultan dengan gelar Sultan Alaudin, Kesultanan ini beribukota di Makasar. Disamping Kesultanan Goa dan Talo berdiri juga Kesultanan Bone, Lubu, Waju dan Sopeng.
15. Di Kalimantan Selatan pada tahun 1595 M. berdiri Kesultanan Banjar, Kesultanan ini awal Kerajaan Dhaha. Setelah Pangeran Samudera naik Tahta Kerajaan Dhaha diubah menjadi Kerajaan Banjar dengan Pangeran Samudera sebagai Sultan pertamanya bergelar Maharaja Surya Nulloh (Sultan Suryan Syah).
16. Di Nusa Tenggara 1620 M. berdiri Kesultanan Bima dengan Rumaba Waddu dengan Sultan pertamanya bergelar Sultan Abdul Kahir.
17. Di Sumatera Utara pada tahun 1669 M. berdiri Kesultanan Deli yang dipimpin Tuanku Panglima Perunggit bergelar Sri Paduka Tuanku Sultan.
18. Di Kawasan Riau pada tahun 1772 M. berdiri Kesultanan Johor Riau dengan Sultan Sulaiman Badrul Alam Syah sebagai Sultan pertamanya.
19. Dipedalaman Riau pada tahun 1773 M. berdiri Kesultanan Siyed Sri Indrapura dengan Raja kecil sebagai Sultan pertama bergelar Abdul Jalil Rahmad Syah.
20. Di Kalimantan Barat pada tahun 1772 M. berdiri Kesultanan Pontianak dengan Syarif Abdurrohman sebagai Sultan pertamanya. Selain itu juga berdiri Kesultanan Sambas dan Kesultanan Mengpawau.


PENERAPAN SYARIAT ISLAM DI INDONESIA SELAMA 10 ABAD
FAKTOR RAJA SEBAGAI AHLUL QUWAH

Pengaruh Struktur Politik Kerajaan yang menjadikan Raja sebagai Ahlul Quwah / Pemegang Kekuatan Riil sangat menentukan perkembangan kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Konversi Seorang Raja yakni masuknya Islam seorang Raja akan segera diikuti oleh pengikut – pengikutnya dan rakyat yang dibawah kekuasaan Raja.
Di Sulawesi Selatan misalnya hanya dalam waktu 6 (enam) bulan sejak Raja Goa Talo masuk Islam hampir semua masyarakat Sulawesi Selatan beralih menjadi Muslim.
Begitu pula penerimaan Raja – Raja di Nusantara terhadap Islam sebagai sebuah Ideologi akan mengubah kehidupan bernegara dan bermasyarakatnya menjadi Negara dan Masyarakat yang Islami. Semua segi kehidupan Pemerintahan, Peradilan, Ekonomi, Peribadahan, Pergaulan Pria – Wanita, Pendidikan, Pakaian, Makanan – Minuman, Pengaturan Warga Negara, Hubungan dengan Kesultanan – Kesultanan Islam serta hubungan dengan Negara tetanggapun dibangun berdasarkan AQIDAH dan SYARIAT ISLAM.

BIDANG PEMERINTAHAN
Oleh Raja – Raja di Nusantara yang umumnya dulu beragama Hindu dan Budha Sistem Pemerintahan Kerajaan di Konversi menjadi Sistem Kesultanan. Sistem Kesultanan adalah Sistem Pemerintahan yang Islami. Kata Sultan diambil dari Bahasa Arab yaitu Sulthon yang berarti Penguasa. Sultan – Sultan di Nusantara adalah Penguasa dibawah Syarif Mekkah yaitu Gubernur Khilafah untuk Kawasan Hejaz. Karena itu Sultan – Sultan di Nusantara posisinya setingkat Residen atau ‘Amil yang membawahi Kota – kota atau Kabupaten – kabupaten.
Penggunaan gelar Sultan dapat dibenar karena ‘Amil termasuk Penguasa, karena dia memiliki kewenangan Pemerintahan.

PENGESAHAN SULTAN dari SYARIF MEKKAH
Para Sultan di Indonesia mendapat pengesahan dari Syarif Mekkah baik saat Khilafah Abbassiyah maupun Khilafah Turki Ustmani ;
1. Abdul Kodir dari Kesultanan Banten misalnya pada tahun 1048H (1008M) dianugerahi Sultan Abdul Mafakir Mahmud Abdul Kadir oleh Syarif Zein yang merupakan Syarif Mekkah saat itu.
2. Pangeran Rangsang dari Kesultanan Mataram memperoleh gelar Sultan dari Syarif Mekkah pada 1051 H (1641 M) dengan gelar Sultan Abdulloh Muhammad Maulana Matarami.
Pengangkatan oleh Para Wali atau Gubernur bisa dibenarkan oleh Syariat, jika Kholifah memberikan wewenang kepada Syarif Mekkah untuk mengangkat para ‘Amil dari Nusantara.
Perubahan Sistem Pemerintahan ini menjadi Basis bagi diterapkannya Budaya dan Politik Islam dalam tata kehibupan bernegara dan bermasyarakat.

LEMBAGA – LEMBAGA PEMBANTU SULTAN
Lembaga – lembaga Pembantu Sultan dimasing – masing Kesultanan berbeda – beda tergantung Kebijakan Sultan. Di Kesultanan Samudera Pasai, Sultan dibantu ;
1. Para Wazir untuk urusan Pemerintahan,
2. Al – Kuttat (Sekretaris),
3. Syaihul Islam untuk urusan Peradilan,
4. Senopati untuk urusan Keamanan,
5. Tuhape untuk urusan Penasehat.
Sementara di Kesultanan Mataram, Sultan dibantu ;
1. Patih untuk urusan Pemerintahan,
2. Penghulu untuk urusan Peradilan,
3. Adi Patih untuk urusan Keamanan.

KEKELIRUAN SISTEM PUTRA MAHKOTA
Namun demikian ada kekeliruan dalam Penerapan Syariat Islam di Indonesia yakni diterapkannya Sistem Putera Mahkota sebagai Sultan Pengganti. Jadilah seolah – olah Jabatan Sultan itu sebagai Jabatan milik Keluarga Sultan, padahal Jabatan setingkat Residen ini seharusnya didapatkan dari Kholifah atau Gubernur yang diberi wewenang untuk mengangkat sang Residen.

KESALAHAN MENGANGKAT WANITA sebagai SULTONAH
Demikian pula halnya kesalahan penerapan lainnya yaitu mengangkat Wanita sebagai Sultonah. Dalam Sistem Pemerintahan Islam Jabatan ‘Amil adalah Jabatan Penguasa yang memiliki wewenang Pemerintahan, sehingga Wanita tidak diperkenankan men-Jabatnya. Karena Rosululloh Muhammad Saw. Bersabda :

Layyufliha qoumun wallau amrohum imroatan

Tidak akan pernah Berjaya / Beruntung suatu Kaum jika mereka menyerahkan urusan (Pemerintahan / Kekuasaan) kepada Perempuan (HR. Al - Bukhori).

Dan benarlah Sabda Rosululloh Saw., sejak muncul Sulthonah yakni Maalikah Likhosiyah Rawangsyah Khodiyu pada tahun 801 H. (1400 M.) Kesultanan Samudera Pasai mengalami kemunduran, begitu juga yang terjadi di Kesultanan Aceh sejak dipimpin oleh para Sulthonah selama 49 tahun mulai 1641 M yakni Sultonah Sri Ratu Tajun Alam Syafiadudin, Sri Ratu Nurul Alam Nafiadudin, Sri Ratu Zaqiadudin Inayah Syah dan Sri Ratu Kemala Syah. Kesultanan Aceh mengalami kemunduran yang drastis.


BIDANG PERADILAN
Dalam Sistem Peradilan diterapkan Syariat Islam untuk memecahkan masalah – masalah kehidupan masyarakat di Nusantara, Perangkat Hukum berupa Pejabat Peradilan dan Kitab Undang – Undang disusun ;
1. Kodi sebagai Pejabat Peradilan, Di Kesultanan Banten Lembaga Kodi bergelar Maki Najumuddin, di Kesultanan Goa Talo disebut Daeng Takaiya, di Kesultanan Palembang disebut Pangeran Penghulu Nata Agama, di Kesultanan Demak dan Kesultanan Mataram disebut Penghulu.
2. Kitab – kitab, Di Kesultanan Mataram, Keputusan Hukum Penghulu Keraton didasarkan pada sejumlah Kitab Fiqh, Kitab – kitab itu seperti kitab :
a. Mukaror (Al – Muharror),
b. Makali (Al – Mahalli),
c. Tufa (Tohfatul Muhtaj),
d. Pataqul Munging (Fathul Mu’in)
e. Pataqul Wahhat (Fathul Wahhaj). Dan Kitab – kitab ini sampai sekarang dapat ditemui di Pesantren – pesantren di Jawa. Pengadilan yang diselenggarakan Penghulu Kraton ini dikenal dengan Pengadilan Serambi Masjid Agung.
3. Lembaga Syaikhul Islam inilah yang berperan sebagai Mufti atau Pemberi Fatwa sekaligus Penasehat Sultan – Sultan. Untuk Melayu Nusantara Syaikhul Islam ini dipegang oleh para Ulama terkemuka dari Kesultanan Aceh Darussalam, seperti ;
a. Hamzah Mansyuri,
b. Nurudin Arranniri.
Sedang Mufti untuk tanah Jawa dipegang oleh para Sunan Kesultanan Giri.

BIDANG EKONOMI
Perdagangan yang dihalalkan oleh Islam makin berkembang dibawah naungan Kesultanan – kesultanan Islam, Nusantara beranjak menjadi Wilayah yang Makmur. Jaringan perdagangan Internasional, Rempah – rempah dari Nusantara menjadi Komoditas primadona, khususnya Lada. Mahalnya harga rempah – rempah pada masa itu tercermin dari ungkapan orang Eropa “Mahalnya Seperti Harga Merica”.
Penggunaan Mata Uang Emas, mata uang yang sesuai dengan Syariat Islam yakni mata uang Emas / Dinar dipakai di Nusantara. Sultan Malik Az – Zahir (1297 – 1326 M) mengeluarkan mata uang Emas yang ditilik dari bentuk dan isinya menunjukkan hasil Teknologi dan Kebudayaan yang tinggi.
Khilafah Islamiyah membentuk jalur perdagangan yang dihubungkan dengan lautan, yang terhubung dari Laut Merah, Samudera Hindia, Selat Malaka, hingga Perairan Nusantara.
Letak Ibu Kota Kesultanan – Kesultanan yang sebagian besar berada di Pesisir sangat tepat untuk meningkatkan arus kegiatan ekonomi melalui Maritim. Hasil – hasil Agraris yang menjadi komoditas perdagangan yang laku diperdagangan Internasional diangkut ke Pelabuhan – pelabuhan milik Kesultanan, seperti Malaka, Aceh, Banten, Tuban, Demak, Gresik, Surabaya, Palembang, Banjarmasin, Makasar, Ternate, Tidore, Ambon dan Lombok.

NUSANTARA MENJADI KEKUATAN PENTING DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL
Pada Abad ke XVI – XVII M. Kesultanan – kesultanan Islam menjadi kekuatan penting dalam perdagangan Internasional. Antoni Reid sejarawan Australia bahkan menyebutnya sebagai The Eat of Comment atau Abad Perdagangan. Pada masa inilah Nusantara mencapai Kemakmuran. Kemakmuran ini memperkuat Perkembangan Islam di Nusantara, banyak Muslim yang mengunjungi Mekkah dan Madinah untuk menunaikan Haji dan menuntut Ilmu. Kemakmuran itu pula yang menarik para Ulama dari seluruh wilayah Daulah Khilafah Islamiyah (Jazirah Arab, Persia dan India) untuk datang ke Nusantara.

PENGGUNAAN SISTEM SYARIKAH
Untuk menjalankan perdagangan banyak dipakai system Syarikah (Kemitraan dagang), system Mudhorobah (kepimilikan modal). Sistem Syarikah banyak dilakukan oleh Saudagar Muslim yang melakukan perdagangan dan pelayaran, keliling Bandar Aceh, Malaka, Banten, Demak, Jepara, Tuban, Gresik, Surabaya dan Bandar – Bandar lainnya. Penanam Modal atau Pemilik Barang umumnya milik para Sultan atau Bupati dan Keluarganya. Sistem Mudhorobah ini sangat berperan dalam mendasari kemajuan usaha perdagangan dimasa itu.
Pada perdagangan tingkat Kabupaten Kesultanan Islam malakukan pengaturan. Di Jawa dilakukan rotasi kegiatan pasar menurut system Kalender Jawa – Islam yang telah diperbaharui oleh Sultan Agung dari Kesultanan Mataram.
Hitungan Tahun Saka diubah ke Tahun Hijriyah, Nama Bulan dan Hari Jawa Kuno diubah ke Nama Bulan dan Hari ke dalam bahasa Arab. Hari Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jum’at, Sabtu dan Ahad (Minggu). Sehingga di Kota – kota Pesisir kegiatan pasar berotasi dari Pasar Senin, Pasar Selasa, Pasar Rabu, Pasar Kamis, Pasar Jum’at, Pasar Sabtu, dan Pasar Minggu. Sementara di Kabupaten – kabupaten Pedalaman kegiatan pasar berotasi dari Pasar Legi, Pasar Paing, Pasar Pon, Pasar Wage, dan Pasar Kliwon yang dikenal sebagai Hari Pasaran (Petengan).

PENERAPAN SYARIAT ISLAM DI BIDANG BAHASA
Bahasa dan Aksara Arab yang menjadi Bahasa Resmi Khilafah Islam ikut tersebar di Nusantara melalui jaringan komunikasi dan transportasi perdagangan maritim. Tulisan Arab berbahasa Melayu dan Jawa yang dikenal dengan huruf Jawi juga dipergunakan dalam Kitab – kitab Kuning yang sampai sekarang bisa kita lihat di Pesantren – pesantren. Angka Arab yang lebih praktis dan efisien dari pada angka Romawi, bahkan sampai sekarangpun kita gunakan dalam kehidupan sehari – hari.

BIDANG PAKAIAN
Sejak Syariat Islam diterapkan oleh Kesultanan – kesultanan di Nusantara terjadi perubahan cara berpakaian. Laki – laki dan Wanita yang semula hanya memakai Cawat (kain untuk menutup alat kelamin) sehingga wanita terlihat dadanya berubah menutupi Aurat tubuhnya dan Laki – laki memakai pakaian yang menutupi tubuhnya mulai dari pusar hingga lutut baik dengan celana, sarung maupun kain tak berjahit.
Para Ulama, Mubalig dan Saudagar Muslim bahkan memakai baju Kutang, Jubah dan Sorban. Perempuan mengenakan pakaian yang menutupi tubuhnya dari pundak hingga kaki, ketika perempuan keluar rumah mereka menutupi kepala hingga badannya dengan kerudung baik yang dijahit maupun tidak.
Adapun mereka yang tidak berpakaian sempurna, mereka pada umumnya adalah Budak.

BIDANG PERIBADAHAN
Dalam hal Peribadahan Umat Islam, Kesultanan – kesultanan Islam membangun Masjid. Masjid ini biasanya disebut Masjid Agung baik di Ibu Kota Kesultanan maupun di Ibu Kota Kabupaten. Masjid – masjid ini masih bisa kita lihat sampai sekarang.
Adapun peribadahan – peribadahan selain umat Islam dibiarkan dan tidak dihancurkan, sehingga sampai sekarang dibekas – bekas Kerajaan Hindu dan Budha masih bisa kita lihat (Candi – candi Hindu dan Budha begitu pula Gereja serta bangunan milik Zending).
Jadi sangat salah penggambaran ketika Syariat Islam diterapkan Umat Agama lain akan terpinggirkan apalagi didlolimi. Karena dalam Sistem Islam Umat Agama lain adalah Warga Negara, Hak dan Kewajibannya terhadap Negara adalah Sama dengan Umat Islam.

BIDANG PENDIDIKAN
Ketika Syariat Islam diterapkan di Nusantara, Pendidikan menjadi perhatian Utama para Sultan. Di Kesultanan Samudera Pasai Sultan Malik Zahir mengadakan pengajaran Hukum Islam di Istana. Terjadi pemberantasan buta huruf. Di Kesultanan Aceh Darussalam, Sultan Iskandar Muda menyelenggarakan Meingasah (sebuah Lembaga Pendidikan bagi anak – anak) untuk belajar membaca Al – Qur’an yang berbahasa Arab.
Saat itu Bahasa Arab menjadi bahasa Internasional terpenting, tulisan Arab baik dengan bahasa Melayu, Jawa dan Arab sampai pertengahan abad ke XX M. masih banyak dipakai oleh kakek – nenek kita.
Pendidikan Menengah dan Tinggi diselenggarakan oleh Kesultanan. Kesultanan Aceh Darussalam menyelenggarakan Lembaga Rangka untuk tingkat pendidikan menengah dan Daya untuk pendidikan keahlian (Daya Tafsir dan Daya Pikir).
Pada tahap awal Pengajar - Pengajar didatangkan langsung dari Timur Tengah, tahap berikutnya pengajaran dilakukan oleh para Ulama itu sendiri yang bergelar Thoufu.
Model pendidikan ini selanjutnya menjadi Dasar tumbuhnya Lembaga Pendidikan serupa di wilayah Melayu Nusantara lain.
Di Jawa berkembang Lembaga Pendidikan Pesantren yang dipimpin oleh seorang Ulama, Sunan Ampel dengan Pesantren Ampel yang banyak menghasilkan para Da’i yang ikut mengawal tegaknya Syariat Islam di Tanah Jawa. Pengajaran Islam dimodifikasi agar mudah diingat, seperti ajaran Moh Limo ;
1. Moh Madon, tidak mau berzina
2. Moh Maling, tidak mau mencuri
3. Moh Madat, tidak mau menghisap candu
4. Moh Main, tidak mau berjudi
5. Moh Ngombe, tidak mau minum arak.
Kemakmuran yang tinggi menyebab banyak Pelajar dikirim ke Timur Tengah untuk belajar Ilmu Islam. Di Timur Tengah para Pelajar dari Nusantara umumnya disebut Ashab Al – Jawi. Saat itu nama Indonesia belum dikenal, yang dikenal adalah Jawa. Kaum ter - Pelajar tersebut menjadi Guru Besar – guru besar yang mengajarkan Ilmunya sepulangnya ke Nusantara. Mereka itu antara lain :
1. Syeh Abdur Ro’uf Al – Jawi As – Shingkiri
2. Muhammad Yusuf Al – Makassari

BIDANG KESENIAN
Dalam hal Seni Syariat Islam membenarkan Kreatifitas selama tidak melanggar Syariat Islam, penerapan Syariat akan semakin indah dengan ide – ide kreatif para Seniman. Maka tidaklah mengherankan para Ulama masa itu sebagiannya juga Para Seniman. Dalam bentuk Seni Suara para Wali di Tanah Jawa menyelipkan dalam berbagai tembang, misal ;
1. Asmorodono (kreasi dari Sunan Giri),
2. Pucung (kreasi dari Sunan Giri),
3. Jamuran (kreasi dari Sunan Giri),
4. Cublek – cublek Suweng (permainan anak – anak, kreasi dari Sunan Giri),
5. Jipungan (permainan anak – anak, kreasi dari Sunan Giri),
6. Deli’an (permainan anak – anak, kreasi dari Sunan Giri),
7. Dandang Jawa (perpaduan melodi Arab dan Jawa, kreasi Sunan Kali Jogo),
8. Tembang Lir – Ilir (kreasi Sunan Kali Jogo).
Dalam Seni Pertunjukan Sunan Kali Jogo mengkreasi pertunjukan Wayang Kulit berikut alat musik pengiringnya yakni Gamelan. Gamelan terdiri dari Kenong, Sarong, Kempul, Kendang dan Tunjuk, Gong Sekaten yang nama aslinya Gong Syahadatain juga kreasi Sunan Kali Jogo, begitu juga Seni Ukir bermotif dedaunan pada tempat menggantungkan gamelan adalah hasil kreasi dari Sunan Kali Jogo (sebelumnya Seni Ukir Hindu dan Budha bermotifkan manusia dan binatang, seni ukir yang dilarang oleh Islam). Wayang yang sebelumnya bergambar manusia diubah oleh Sunan Kali Jogo dengan bentuk yang tidak mirip manusia, matanya satu dengan tubuhnya gepeng. Dalang yang berasal dari kata Dala (bahasa Arab) berarti menunjukkan berfungsi sebagai orang yang menunjukkan Syariat yang benar.
Seni Tata Kota, Seni tata ruang Pusat Kota dirancang oleh Sunan Kali Jogo untuk selalu mengingatkan Penguasa agar menerapkan Syariat Islam. Di Pusat selalu ada Alun – Alun, satu atau dua pohon beringin dan Pendopo Bupati, terkadang ada Pengadilan dan rumah Tahanan. Alan – alun yang berasal dari bahasa Arab (Alaun – Alaun) berarti berbagai macam warna dimaksudkan tempat berkumpulnya segenap rakyat dan Penguasa. Beringin yang berasal dari bahasa Arab (Waro’in) berarti orang – orang yang harus sangat berhati – hati. Dua Beringin berarti Dua Pengayom Rakyat yaitu Al – Qur’an dan As – Sunah. Masjid tempat hamba ALLOH SWT. Bersujud.
Pesan Untuk Penguasa, Pesan yang ingin disampaikan oleh Sunan Kali Jogo adalah “ Hai Penguasa, Ayomilah Rakyatmu Semua dengan Kitabulloh dan Sunnah Rusul secara hati – hati karena Kau akan dimintai pertanggungjawaban oleh ALLOH SWT. Jika Kau lalai Pengadilan Siap Mengadilimu dan Rumah Tahanan menantimu, Jika Kau Lulus maka memang Engkau Hamba ALLOH SWT”.
Tata Pusat Kota ini masih bisa dilihat hingga sekarang di sekitar Alun – alun setiap Ibu Kota Kabupaten atau Keraton Kesultanan di Jawa dan Madura, di sekitar Masjid Agung biasanya ada kampung Kauman, tempat tinggal Penghulu Agung dan seluruh Pegawai pengadilan Hukum Islam.
Seni Arsitektur, Arsitektur Masjid banyak terpengaruh Arsitektur Turki yang banyak menggunakan Kubah, diatas Kubah Masjid ada Lambang Bulan – Bintang. Sebuah Lambang yang mencerminkan keterkaitan pembangun Masjid tersebut dengan Khilafah Turki Usmani yang benderanya berlambang Bulan – Bintang.
Seni Sastra, Sementara Muslim Melayu banyak menulis Prosa berisi Sejarah dalam bentuk Hikayah. Seperti Hikayah Raja – Raja Pasai, Sejarah Melayu atau Sulala Assalatin (berarti, keturunan para Sultan) oleh Tun Sri Lanang (Bendahara Kesultanan Johor). Hikayat Aceh atau Hikayat Iskandar Muda, Bustanus Salatin (berarti, Taman Para Sultan) karya Ulama Besar Nurudin Arranniri abad ke XVII.


PENERAPAN MASYARAKAT NUSANTARA TERHADAP ISLAM
PENERIMAAN MASYARAKAT TERHADAP IDEOLOGI ISLAM
Demikianlah penerapan Syariat Islam sebagai sebuah Sistem Ideologi ini memberikan pengaruh yang sangat besar pada masyarakat di Nusantara, untuk menerima Islam sebagai Agama mayoritas bagi masyarakat Nusantara. Islam sebagai Agama dan Politik adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan.

ISLAM MENYATUKAN NUSANTARA
Kesultanan – Kesultanan Islam di Nusantara menganggap diri mereka menyatu dan menjadi bagian dari Darul Islam / Wilayah Islam. Kerajaan – kerajaan di Nusantara yang bercorak Hindu dan Budha yang awalnya terpisah – pisah dan saling serang satu sama lain menjadi Satu – Kesatuan dibawah Kepemimpinan Khilafah Islam. Baik ketika Khilafah Abbassiyah maupun masa Turki Ustmani (perpusat di Istambul), antar Kesultanan terdapat hubungan Da’wah, Politik, Ekonomi, Militer bahkan Kekerabatan.

BIDANG PERTAHANAN
Terhadap Wilayah Islam yang diduduki Penjajah Kafir, Kesultanan – kesultanan Islam di Nusantara bekerja sama untuk mengusir peng-Aneksasi agar Negeri Islam tetap dalam Satu – Kesatuan. Ketia Malaka diduduki Kafir Portugis, Kesultanan Demak membantu Kesultanan Aceh ber-Jihad membebaskan Malaka. Bahkan pada tahun 1615 M. dan 1629 M. Khilafah Ustmani membantu Kesultanan Aceh membebaskan Malaka dari Portugis, penyerangan pada tahun 1629 M. mengerahkan Angkatan Perang yang terdiri dari 20.000 orang.

MASA KE-EMAS-AN INDONESIA
MASA PENERAPAN SYARIAT ISLAM
Demikianlah abad ke XVI M. adalah masa ke – EMAS – an bagi Indonesia dibawah naungan Syariat Islam yang diterapkan oleh Kesultanan – Kesultanan di Nusantara. Sementara itu di Eropa Barat, Negara – Negara dan Korporasi Kapitalis Salibis bersiap menjarah kekayaan Alam Nusantara dan mengobarkan Perang Salib di Asia Tenggara



Demikianlah,
Ketika Syariat Islam Di Terapkan di Indonesia
Selama 10 Abad lebih,
ALLOH SWT. Sang Pembuat Syariat Melimpahkan Barokah-Nya
Berupa Kemuliaan, Keadilan, Kemakmuran.
Keamanan dan Ketentraman Hidup
Bagi Bangsa ini

Sungguh benarlah Firman ALLOH SWT. (QS. Al – A’rof 96);

NARA SUMBER :
1. Ust. Umar Abdulloh,
2. Ust. KH. Ir. Muhammad Siddiq Al-Jawi (Peneliti Sejarah Penerapan Syariat Islam di Indonesia),
3. Ust. Drs. Amiruddin Daeng Situju (Komisi Fatwa MUI Kota Bogor),
4. Usth. Ir. Lathifah Musa (Paguyupan Ahli Waris dan Keluarga Sunan Kali Jogo).

RA Kartini dan Kyai Sholeh Darat, Sejarah Bangsa yang Digelapkan Orientalis Belanda

19.39 by Gilang Bayou 0 komentar


“Selama ini Al-Fatihah gelap bagi saya. Saya tak mengerti sedikitpun maknanya. Tetapi sejak hari ini ia menjadi terang-benderang sampai kepada makna tersiratnya, sebab Romo Kyai telah menerangkannya dalam bahasa Jawa yang saya pahami.”.

Salah satu murid Mbah Kyai Sholeh Darat yang terkenal, tetapi bukan dari kalangan ulama adalah Raden Ajeng Kartini. Karena RA Kartini inilah Mbah Sholeh Darat menjadi pelopor penerjemahan Al-Qur’an ke Bahasa Jawa. Menurut catatan cucu Kyai Sholeh Darat (Hj. Fadhilah Sholeh), RA Kartini pernah punya pengalaman tidak menyenangkan saat mempelajari Islam. Guru ngajinya memarahinya karena dia bertanya tentang arti sebuah ayat Qur’an.

Biografi

Raden Adjeng Kartini adalah seseorang dari kalangan priyayi atau kelas bangsawan Jawa, putri Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, bupati Jepara. Ia adalah putri dari istri pertama, tetapi bukan istri utama. Ibunya bernama M.A. Ngasirah, putri dari Nyai Haji Siti Aminah dan Kyai Haji Madirono, seorang guru agama di Telukawur, Jepara. Dari sisi ayahnya, silsilah Kartini dapat dilacak hinggaHamengkubuwana VI. Ayah Kartini pada mulanya adalah seorang wedana di Mayong. Peraturan kolonial waktu itu mengharuskan seorang bupati beristerikan seorang bangsawan. Karena M.A. Ngasirah bukanlah bangsawan tinggi, maka ayahnya menikah lagi dengan Raden Adjeng Woerjan (Moerjam), keturunan langsung Raja Madura. Setelah perkawinan itu, maka ayah Kartini diangkat menjadi bupati di Jepara menggantikan kedudukan ayah kandung R.A. Woerjan, R.A.A. Tjitrowikromo.

Kartini adalah anak ke-5 dari 11 bersaudara kandung dan tiri. Dari kesemua saudara sekandung, Kartini adalah anak perempuan tertua. Kakeknya, Pangeran Ario Tjondronegoro IV, diangkat bupati dalam usia 25 tahun. Kakak Kartini, Sosrokartono, adalah seorang yang pintar dalam bidang bahasa. Sampai usia 12 tahun, Kartini diperbolehkan bersekolah di ELS (Europese Lagere School). Di sini antara lain Kartini belajar bahasa Belanda. Tetapi setelah usia 12 tahun, ia harus tinggal di rumah karena sudah bisa dipingit.

Surat Curhat Galau

Dalam suratnya kepada Stella Zihandelaar bertanggal 6 November 1899, RA Kartini menulis;

Mengenai agamaku, Islam, aku harus menceritakan apa? Islam melarang umatnya mendiskusikan ajaran agamanya dengan umat lain. Lagi pula, aku beragama Islam karena nenek moyangku Islam. Bagaimana aku dapat mencintai agamaku, jika aku tidak mengerti dan tidak boleh memahaminya?

Alquran terlalu suci; tidak boleh diterjemahkan ke dalam bahasa apa pun, agar bisa dipahami setiap Muslim. Di sini tidak ada orang yang mengerti Bahasa Arab. Di sini, orang belajar Alquran tapi tidak memahami apa yang dibaca.

Aku pikir, adalah gila orang diajar membaca tapi tidak diajar makna yang dibaca. Itu sama halnya engkau menyuruh aku menghafal Bahasa Inggris, tapi tidak memberi artinya.

Aku pikir, tidak jadi orang soleh pun tidak apa-apa asalkan jadi orang baik hati. Bukankah begitu Stella?

RA Kartini melanjutkan curhat-nya, tapi kali ini dalam surat bertanggal 15 Agustus 1902 yang dikirim ke Ny Abendanon.

Dan waktu itu aku tidak mau lagi melakukan hal-hal yang tidak tahu apa perlu dan manfaatnya. Aku tidak mau lagi membaca Alquran, belajar menghafal perumpamaan-perumpamaan dengan bahasa asing yang tidak aku mengerti artinya.

Jangan-jangan, guruku pun tidak mengerti artinya. Katakanlah kepada aku apa artinya, nanti aku akan mempelajari apa saja. Aku berdosa. Kita ini teralu suci, sehingga kami tidak boleh mengerti apa artinya.

Bertemu Kyai Sholeh Darat

Kalau membaca surat surat Kartini yang diterbitkan oleh Abendanon dari Belanda, terkesan Raden Ajeng Kartini sudah jadi sekuler dan penganut feminisme. Namun kisah berikut ini semoga bisa memberi informasi baru mengenai apresiasi Kartini pada Islam dan Ilmu Tasawuf.

Mengapa? Karena dalam surat surat RA Kartini yang notabene sudah diedit dan dalam pengawasan Abendanon yang notabene merupakan aparat pemerintah kolonial Belanda plus Orientalis itu, dalam surat surat Kartini beliu sama sekali tidak menceritakan pertemuannya dengan Kyai Sholeh bin Umar dari Darat, Semarang — lebih dikenal dengan sebutan Kyai Sholeh Darat. Alhamdullilah, Ibu Fadhila Sholeh, cucu Kyai Sholeh Darat, tergerak menuliskan kisah ini.

Takdir, menurut Ny Fadihila Sholeh, mempertemukan Kartini dengan Kyai Sholel Darat. Pertemuan terjadi dalam acara pengajian di rumah Bupati Demak Pangeran Ario Hadiningrat, yang juga pamannya.

Kemudian ketika berkunjung ke rumah pamannya, seorang Bupati Demak, RA Kartini menyempatkan diri mengikuti pengajian yang diberikan oleh Mbah Sholeh Darat. Saat itu beliau sedang mengajarkan tafsir Surat al-Fatihah. RA Kartini menjadi amat tertarik dengan Mbah Sholeh Darat.

Kyai Sholeh Darat memberikan ceramah tentang tafsir Al-Fatihah. Kartini tertegun. Sepanjang pengajian, Kartini seakan tak sempat memalingkan mata dari sosok Kyai Sholeh Darat, dan telinganya menangkap kata demi kata yang disampaikan sang penceramah.

Ini bisa dipahami karena selama ini Kartini hanya tahu membaca Al Fatihah, tanpa pernah tahu makna ayat-ayat itu.

Setelah pengajian, Kartini mendesak pamannya untuk menemaninya menemui Kyai Sholeh Darat. Sang paman tak bisa mengelak, karena Kartini merengek-rengek seperti anak kecil. Berikut dialog Kartini-Kyai Sholeh.

“Kyai, perkenankan saya bertanya bagaimana hukumnya apabila seorang berilmu menyembunyikan ilmunya?” Kartini membuka dialog.

Kyai Sholeh tertegun, tapi tak lama. “Mengapa Raden Ajeng bertanya demikian?” Kyai Sholeh balik bertanya.

“Kyai, selama hidupku baru kali ini aku berkesempatan memahami makna surat Al Fatihah, surat pertama dan induk Al Quran. Isinya begitu indah, menggetarkan sanubariku,” ujar Kartini.

Kyai Sholeh tertegun. Sang guru seolah tak punya kata untuk menyela. Kartini melanjutkan; “Bukan buatan rasa syukur hati ini kepada Allah. Namun, aku heran mengapa selama ini para ulama melarang keras penerjemahan dan penafsiran Al Quran ke dalam Bahasa Jawa. Bukankah Al Quran adalah bimbingan hidup bahagia dan sejahtera bagi manusia?”

Dialog berhenti sampai di situ. Ny Fadhila menulis Kyai Sholeh tak bisa berkata apa-apa kecuali subhanallah. Kartini telah menggugah kesadaran Kyai Sholeh untuk melakukan pekerjaan besar; menerjemahkan Alquran ke dalam Bahasa Jawa.

Habis Gelap Terbitlah Terang

Dalam pertemuan itu RA Kartini meminta agar Qur’an diterjemahkan karena menurutnya tidak ada gunanya membaca kitab suci yang tidak diketahui artinya. Tetapi pada waktu itu penjajah Belanda secara resmi melarang orang menerjemahkan al-Qur’an. Mbah Sholeh Darat melanggar larangan ini, Beliau menerjemahkan Qur’an dengan ditulis dalam huruf “arab gundul” (pegon) sehingga tak dicurigai penjajah.

Kitab tafsir dan terjemahan Qur’an ini diberi nama Kitab Faidhur-Rohman, tafsir pertama di Nusantara dalam bahasa Jawa dengan aksara Arab. Kitab ini pula yang dihadiahkannya kepada R.A. Kartini pada saat dia menikah dengan R.M. Joyodiningrat, seorang Bupati Rembang. Kartini amat menyukai hadiah itu dan mengatakan:

“Selama ini Al-Fatihah gelap bagi saya. Saya tak mengerti sedikitpun maknanya. Tetapi sejak hari ini ia menjadi terang-benderang sampai kepada makna tersiratnya, sebab Romo Kyai telah menerangkannya dalam bahasa Jawa yang saya pahami.”

{inilah dasar dari buku “Habis gelap terbitlah terang” bukan dari sekumpulan surat menyurat beliau,.. sejarah telah di simpangkan, (penulis red)}.

Melalui terjemahan Mbah Sholeh Darat itulah RA Kartini menemukan ayat yang amat menyentuh nuraninya yaitu:

Orang-orang beriman dibimbing Alloh dari gelap menuju cahaya (Q.S. al-Baqoroh: 257).

Dalam banyak suratnya kepada Abendanon, Kartini banyak mengulang kata “Dari gelap menuju cahaya” yang ditulisnya dalam bahasa Belanda: “Door Duisternis Toot Licht.” Oleh Armijn Pane ungkapan ini diterjemahkan menjadi “Habis Gelap Terbitlah Terang,” yang menjadi judul untuk buku kumpulan surat-menyuratnya.

Surat yang diterjemahkan Kyai Sholeh adalah Al Fatihah sampai Surat Ibrahim. Kartini mempelajarinya secara serius, hampir di setiap waktu luangnya. Namun sayangnya penerjemahan Kitab Faidhur-Rohman ini tidak selesai karena Mbah Kyai Sholeh Darat keburu wafat.

Kyai Sholeh membawa Kartini ke perjalanan transformasi spiritual. Pandangan Kartini tentang Barat (baca: Eropa) berubah. Perhatikan surat Kartini bertanggal 27 Oktober 1902 kepada Ny Abendanon.

Sudah lewat masanya, semula kami mengira masyarakat Eropa itu benar-benar yang terbaik, tiada tara. Maafkan kami. Apakah ibu menganggap masyarakat Eropa itu sempurna? Dapatkah ibu menyangkal bahwa di balik yang indah dalam masyarakat ibu terdapat banyak hal yang sama sekali tidak patut disebut peradaban.

Tidak sekali-kali kami hendak menjadikan murid-murid kami sebagai orang setengah Eropa, atau orang Jawa kebarat-baratan.

Dalam suratnya kepada Ny Van Kol, tanggal 21 Juli 1902, Kartini juga menulis;

Saya bertekad dan berupaya memperbaiki citra Islam, yang selama ini kerap menjadi sasaran fitnah. Semoga kami mendapat rahmat, dapat bekerja membuat agama lain memandang Islam sebagai agama disukai.

Lalu dalam surat ke Ny Abendanon, bertanggal 1 Agustus 1903, Kartini menulis;

Ingin benar saya menggunakan gelar tertinggi, yaitu Hamba Allah.

(Berbagai sumber)

* Kyai Sholeh Darat Semarang adalah guru para ulama besar di indonesia diantaranya: KH. A.Dahlan (pendiri muhamadiyah) KH. Hasyim Asyari (pendiri Nahdlatul Ulama NU)

Read more: http://www.sarkub.com/2012/ra-kartini-dan-kyai-sholeh-darat-sejarah-bangsa-yang-digelapkan-orientalis-belanda/#ixzz25mYRzur2